Sunday, March 18, 2018

Ubah Minat dan Kesenangan Anda Menjadi Bisnis Hijau (1)

Ubah Minat dan Kesenangan Anda Menjadi Bisnis Hijau (1): Jogjakarta, Aquilajogja.com - Segunung sampah di pojokan jalan dan lalat-lalat berkeliaran, mengapa

Monday, April 29, 2013

Monday, April 27, 2009

rumah sehat

Masih ada rumah sakit gratis untuk orang miskin

Entah mengapa biaya untuk dirawat di rumah sakit saat ini semakin mahal saja. Jadi teringat sepenggal lagu berjudul Kembang Pete ciptaan Iwan Fals yang diliris di tahun 1985. Menceritakan tentang seseorang yang mengungkapkan perasaan cinta kepada kekasihnya. Namun, karena kesulitan ekonomi, tanda cinta diungkapkan hanya dengan menggunakan setangkai kembang pete. Bait selanjutnya dari lagu ini memberikan gambaran perjuangan kalangan kelas bawah untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan.

….

Kalau diantara kita jatuh sakit

Lebih baik tak usah ke dokter

Sebab ongkos dokter di sini

Terkait di awan tinggi

….

Bicara soal pelayanan kesehatan bagi kaum menengah bawah di negeri ini memang masih ada. Paling tidak dilayani oleh puskesmas. Tenaga medis yang ada di puskesmas seperti perawat dan dokter umum masih tetap setia melayani kaum menengah bawah ini. Namun, jarang sekali pasien yang ditangani di puskesmas bisa dilayani oleh dokter spesialis. Karena biaya dokter spesialis tidak murah. Andai saja penyakit kenal siapa si miskin dan si kaya, semoga penyakit yang berat-berat dan mahal obatnya cukup diderita orang kaya saja. Tetapi kenyataannya, penyakit tak kenal kaya dan miskin.

Masuk dan dirawat di rumah sakit harus siap sedia biaya. Sesungguhnya kesempatan untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit bagi masyarakat miskin bukannya tidak ada. Bentuk pelayanan itu berupa Askes dan Gakin, tetapi pada pelaksanaannya tidak mudah dan mulus. Pasien miskin yang semestinya bisa dilayani sering dibilang penuh, dan dipersulit karena birokrasi yang panjang. Begitulah nasib jadi orang miskin yang sakit keras.

Layanan kesehatan cuma-Cuma

Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebuah aktivitas sosial sekelompok jurnalis, memiliki insiatif mendayagunakan zakat dari korporat, pengusaha, dll. Awalnya hanya menyalurkan dana, belum ada tenaga medis profesional. Kebetulan juga yang datang ke dompet dhuafa kebanyakan mereka yang minta uang untuk berobat. Para pengurus dompet dhuafa yang bukan dokter ini punya inisiatif, kenapa tidak dibentuk lembaga kesehatan masyarakat saja. Tujuannya supaya uang yang disalurkan itu benar-benar tepat sasaran. Sungguh untuk berobat atau tidak. Sekaligus bisa mengukur apakah uang yang diberikan cukup tidak untuk berobat.

Maka dibentuklah Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) di Jl Ir H Juanda no.34, Megamal Ciputat, Tangerang, adalah lembaga nirlaba yang memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat tidak mampu. Berupa klinik 24 jam. Didirikan pada tanggal 6 November 2001 dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI Bapak DR. Hamzah Haz. Bentuk pelayanan yang diberikan seperti Gerai Sehat (klinik gratis), Aksi Layan Sehat (layanan kesehatan mobile di daerah kumuh), dan SIGAP Bencana (layanan kesehatan di daerah bencana dan konflik). Seluruh pelayanan dijalankan menggunakan sistem kepesertaan berbasis keluarga.

LKC merupakan alternatif solusi atas permasalahan kaum miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Lewat LKC, memecahkan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. LKC melibatkan partisipasi aktif seluruh masyarakat. Kaum miskin dapat berobat gratis sementara pembiayaan kesehatannya didanai oleh seluruh elemen masyarakat, mulai dari individu sampai perusahaan. Selain dana, masyarakat juga bisa membantu dari berbagai sisi, seperti menjadi relawan LKC. Hasilnya, biaya kesehatan keluarga miskin menjadi murah.

LKC berbuah Rumah Sehat

Dalam perjalanan waktu, LKC disambut dengan antusias. Hingga tahun 2008, LKC telah melayani 11.352 keluarga miskin atau sekitar 58.000 orang. Cakupannya hingga Jabodetabek. Tetapi agak sulit untuk mendatangkan dokter spesialis ke sini, karena posisinya yang agak terpencil, juga macet. Kemudian muncul ide sistem jemput bola, yaitu mendekatkan pelayananan kesehatan masyarakat ini agar lebih mudah dijangkau dari segala penjuru. Termasuk mempermudah akses para relawan dokter spesialis yang bertugas di RSCM untuk datang membantu.

Dibangunlah Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa (RS MASK) di lingkungan masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat hasil kerjasama Dompet Dhuafa dan Baznas. Rumah sehat berlantai lima ini pembangunannya menghabiskan biaya Rp4,5 milyar. Sumber dana didapat dari lembaga sosial, Dompet Dhuafa, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan donatur. Rumah sehat yang berada persis di belakang Masjid Sunda Kelapa seluas 200 meter persegi ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 14 September 2007.

Meskipun lokasi RS MASK di tengah kota dan di daerah elit Menteng, pasiennya justru orang miskin dan gratis. Di sini juga memberi pelayanan dokter spesialis. Ada spesialis bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak. “Orang miskin biasanya sulit mendapatkan pelayanan medis secara profesional. Apalagi oleh seorang spesialis. Di sini mereka bisa mendapatkannya secara gratis. Para dokter spesialis dengan senang hati dan sukarela membantu mereka secara gratis,”ujar dr H.M. Fachrizal Achmad, M. Si. pimpinan RS MASK.

Kelebihan RS MASK ini, meskipun gratis penanganan pasien secara profesional, mudah, tidak berbelit. Semua ruang di rumah sakit ini full AC. Lengkap dengan laboratorium, apotik, dan rawat inap satu hari. RS MASK ini awal berdirinya adalah klinik 24 jam, kemudian berkembang menjadi Balai Kesehatan Masyarakat yang bisa menerima pasien melahirkan, kemudian menjadi rumah sakit transisi yaitu menerima pasien rawat inap yang dirujuk ke RSCM, karena RS MASK belum boleh untuk menerima pasien rawat inap. Biayanya, ditanggung RS MASK.

Mengapa rumah Sehat?

RS MASK belum bisa disebut rumah sakit karena sesuai ijin dari departemen kesehatan belum boleh menerima pasien rawat inap. Sebab untuk bisa menerima pasien rawat inap perlu tenaga dokter spesialis dan sejumlah tenaga paramedis yang cukup. Harapannya RS MASK ini pun bisa menerima pasien rawat inap nantinya. Tetapi menurut dokter Fachrizal, nama rumah sehat ada untungnya juga. Sebab, orang miskin jika mendengar kata rumah sakit sudah menjadi trauma. Dalam pikiran mereka kalau masuk rumah sakit biayanya pasti mahal.

Dengan menggunakan kata rumah sehat, semoga mereka yang masuk ke sini untuk berobat tersugesti menjadi sehat. Disamping itu pihak RS MASK juga memberikan pendidikan bagi mereka bagaimana menjaga kesehatan. Tujuannya agar mereka tidak dengan mudah menggantungkan diri. Kalau sakit tinggal datang berobat dan gratis tidak perlu menjaga diri.

Meskipun Rumah Sehat ini serba gratis bukan berarti pelayanannya minimalis sekenanya, tetapi profesional. Fasilitas rumah sakit yang terbilang baik, berpendingin ruangan, dan bersih. Staf medis, seperti dokter dan perawat di sini bekerja sungguh-sungguh dan menerima gaji. Menurut dr. Fachrizal biaya operasional RS MASK ini menghabiskan Rp 100-125 juta per bulan. Untuk obat yang digunakan di rumah sehat ini bukan berarti serba murah juga, persentase jenis obat yang dipakai di sini adalah 60 persen obat generik, 40 persen adalah obat paten. Rumah sehat secara terbuka membeberkan segala pengeluaran yang ada. “Kami disini dituntut kejujuran. Jika ada yang tidak jujur langsung dipecat. Sebab rumah sehat ini tidak bisa hidup jika sudah tidak dipercaya lagi,”tegas dr. Fachrizal.

Yang menarik di RS ini adalah tenaga medis yang tidak memakai seragam ala dokter dan perawat pada umumnya yang berpakaian putih-putih. Tanpa seragam, perawat wanita memakai jilbab dan pakaian yang sopan dan tertutup. Pelayanan yang ramah di RS MASK ini berkesan seperti di rumah sendiri. Ada yang lain dari rumah sakit kebanyakan, karena rumah sehat ini khusus dhuafa alias kaum miskin, tidak ada kasir di RS ini. Siapapun pasien yang datang ke sini tidak dikenakan biaya sama sekali. “Misalkan sudah sembuh dan ingin membayar sebagai tanda terima kasih boleh-boleh saja. Tetapi bukan dalam bentuk membayar tarif, karena tidak ada tarif di sini. Sukarela dan langsung dibayarkan kepada pengurus zakat di masjid Sunda Kelapa,” ujar dr. Fachrizal.

Setiap hari paling tidak ada 30-40 pasien berobat di RS MASK. Jumlah pasien akan bertambah -banyak ketika “jemput bola” di daerah-daerah binaan. Pasien yang dilayani bisa mencapai 2000 pasien dalam sebulan. Syarat yang dibutuhkan adalah KTP, kartu keluarga, dan surat keterangan tidak mampu dari RT/ RW, dan kelurahan. Yang selanjutnya diperiksa oleh tim survei rumah sehat. Kemudian pasien akan mendapatkan kartu berobat selama 2 tahun. Yang tercatat dalam kartu berobat ini adalah seluruh anggota keluarga.

Saat ini RS MASK melayani; dokter umum, dokter gigi, laboratorium, apotik, UGD, Ambulance dan USG. Untuk dokter spesialis dengan perjanjian diantaranya, spesialis penyakit dalam, THT, kebidanan, saraf, jiwa, dan anak.

Selama 24 jam RS MASK siap menolong siapa saja. Biarpun khusus untuk orang miskin, rumah sehat ini tetap menolong mereka yang tidak miskin untuk pertolongan pertama.

Untung, meskipun tidak banyak, masih ada rumah sakit gratis untuk orang miskin. Apalagi penyakit tak kenal siapa si kaya dan si miskin…

Inbok

Dr H.M. Fachrizal Achmad, M. Si. pimpinan RS MASK saat ini, berkeinginan untuk bisa mengembangkan RS MASK ini lebih jauh dan tersebar di seluruh Indonesia. Agar warga miskin negeri ini bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang profesional. Menurutnya, perlu adanya political will dari pemerintah dan kerjasama seluruh elemen masyarakat. “Bahkan saya siap untuk memberikan jasa konsultan secara gratis untuk membangun sebuah rumah sehat,” ujarnya.

Ada beberapa syarat utama untuk membangun rumah sehat gratis bagi masyarakat miskin.

1. Dibutuhkan kejujuran dan kepercayaan untuk mengelola lembaga sosial ini.

2. Tersedia lahan, gedung operasional, SDM dan staf medis termasuk kerjasama dengan fakultas kedokteran untuk tenaga medis profesional. Hingga saat ini mereka para dokter spesialis dengan sukarela membantu dengan gratis, karena rumah sehat tidak mengganggu lahan pekerjaan mereka secara komersial. Sebab rumah sehat ditujukan untuk kaum miskin dan gratis.

Wednesday, January 14, 2009

Baca buku gratisan...

Dulu waktu kecil saya suka sekali diajak bapak ke toko buku. Di sana tujuan utamanya, ya… baca-baca buku. Secara gratis.

Maklum harga buku yang bagus-bagus, kan mahal. Biar nafsu membaca tetap tersalurkan caranya dengan membaca di tempat. Kalau memang buku itu dianggap sangat pantas dimiliki, pasti bapak akan menabung dan menyisihkan gajinya untuk membeli buku itu biarpun mahal.

Tetapi belakangan ini baca buku di toko buku agak sulit. Karena banyak buku yang disampul plastik dengan rapat.

Selain trik membaca buku di tempat, bapak juga suka mengunjungi toko-toko buku loak. Yang dicari biasanya majalah-majalah sastra. Termasuk majalah populer lain seperti majalah wanita dan majalah anak-anak. Saya senang sekali dibelikan majalah oleh bapak, walaupun bekas.

Tetapi belakangan ini toko buku loak digusuri karena dianggap mengganggu keindahan kota. Seperti yang ada di Kwitang, Jatinegara, dan Pasar Senen. Karena penjaja buku dan majalah loak jarang sekali yang buka toko. Penjajanya lebih banyak kelas kaki lima.

Bapak juga punya trik lumayan jitu. Kebetulan bapak seorang guru. Salah satu orang tua muridnya ada yang punya toko buku sekaligus jualan majalah. Bapak kalau membeli alat tulis selalu beli di sini. Lama-lama jadi akrab. Nah, dari sinilah saya dan bapak bisa membaca majalah yang baru secara gratis. Syaratnya, buku atau majalah tidak boleh lecek atau rusak. Pernah saya bikin lecek, karena merasa tidak enak hati, bapak terpaksa membeli. Nantinya, majalah yang sudah kami baca itu dikembalikan dianggap sebagai barang ‘retur’ yang tidak laku. Sebenarnya yang pintar ya pemilik toko buku ini. Si Engkoh begitu kami menyebutnya.

Tetapi toko buku milik Engkoh yang baik hati kepada kami ini akhirnya tutup. Bangkrut katanya, karena persaingan yang berat. Sekolah-sekolah mulai menjual buku sendiri. Juga karena kurikulum yang selalu berganti membuatnya repot untuk selalu menyediakan buku-buku baru. Sedangkan buku-buku yang tidak sesuai kurikulum tak laku dijual lagi. Dijual di tukang loak harganya juga murah sekali.

Kemarin saya searching di google ketemu situs ini http://books.google.co.id, isinya banyak buku-buku bagus dan gratis. Saya jadi ingat pengalaman kecil saya dulu seperti yang telah saya ceritakan tadi…

Cuman, Tetapi-nya saya belum tahu apa nih…!

Baca buku di http://books.google.co.id

Dulu waktu kecil saya suka sekali diajak bapak ke toko buku. Di sana tujuan utamanya, ya... baca-baca buku. Secara gratis.

Maklum harga buku yang bagus-bagus, kan mahal. Biar nafsu membaca tetap tersalurkan caranya dengan membaca di tempat. Kalau memang buku itu dianggap sangat pantas dimiliki, pasti bapak akan menabung dan menyisihkan gajinya untuk membeli buku itu biarpun mahal.

Tetapi belakangan ini baca buku di toko buku agak sulit. Karena banyak buku yang disampul plastik dengan rapat.

Selain trik membaca buku di tempat, bapak juga suka mengunjungi toko-toko buku loak. Yang dicari biasanya majalah-majalah sastra. Termasuk majalah populer lain seperti majalah wanita dan majalah anak-anak. Saya senang sekali dibelikan majalah oleh bapak, walaupun bekas.

Tetapi belakangan ini toko buku loak digusuri karena dianggap mengganggu keindahan kota. Seperti yang ada di Kwitang, Jatinegara, dan Pasar Senen. Karena penjaja buku dan majalah loak jarang sekali yang buka toko. Penjajanya lebih banyak kelas kaki lima.

Bapak juga punya trik lumayan jitu. Kebetulan bapak seorang guru. Salah satu orang tua muridnya ada yang punya toko buku sekaligus jualan majalah. Bapak kalau membeli alat tulis selalu beli di sini. Lama-lama jadi akrab. Nah, dari sinilah saya dan bapak bisa membaca majalah yang baru secara gratis. Syaratnya, buku atau majalah tidak boleh lecek atau rusak. Pernah saya bikin lecek, karena merasa tidak enak hati, bapak terpaksa membeli. Nantinya, majalah yang sudah kami baca itu dikembalikan dianggap sebagai barang 'retur' yang tidak laku. Sebenarnya yang pintar ya pemilik toko buku ini. Si Engkoh begitu kami menyebutnya.

Tetapi toko buku milik Engkoh yang baik hati kepada kami ini akhirnya tutup. Bangkrut katanya, karena persaingan yang berat. Sekolah-sekolah mulai menjual buku sendiri. Juga karena kurikulum yang selalu berganti membuatnya repot untuk selalu menyediakan buku-buku baru. Sedangkan buku-buku yang tidak sesuai kurikulum tak laku dijual lagi. Dijual di tukang loak harganya juga murah sekali.


Kemarin saya searching di google ketemu situs ini http://books.google.co.id, isinya banyak buku-buku bagus dan gratis. Saya jadi ingat pengalaman kecil saya dulu seperti yang telah saya ceritakan tadi...

Cuman, Tetapi-nya saya belum tahu apa nih...!

Tuesday, December 9, 2008

Rumah kayu...

Aku berencana membangun sebuah rumah kayu. Pertimbangannya selain lebih adem, nyentrik, juga nyeni karena juga bosan dengan rumah yang serba beton atau tembok.

Berkesan juga ikut melestarikan keberadaan rumah kayu tradisional, kan?

 

Pilihan jatuh pada rumah kayu bentuk limasan.

Setelah mendapat informasi dari adik sepupu yang ada di Jogjakarta. Ada rumah limasan seharga 18 juta rupiah. Harga ini sudah termasuk ongkos bongkar.

 

Rumah ini akhirnya terbayar. Kemudian langsung didirikan di sebidang tanah di Klepu.

 

Kata orang, membangun rumah itu tidak mudah. Pasti ada saja rintangannya. Entah itu masalah biaya atau masalah teknis pembangunan. Karena harapan, keinginan, dan kenyataan sering berpadu saat pembangunan berlangsung. Dan belum tentu satu sama lain bisa saling mengisi...

 

Tetapi kali ini masalahnya beda sedikit;

1. Membeli rumah kayu perlu ketelitian lebih. Karena rumah yang dibeli sudah berumur dan memang barang bekas. Tentu ada beberapa bagian yang rusak. Oke, masalah pernak-pernik rumah yang rusak jelas bisa diterima apapun keberadaannya. Maklum, bikinan manusia tentu bisa rusak. Hanya saja, memang perlu diteliti agar "lebih sesuai" dengan harga beli. Sehingga ketika dipasang tidak menjadi pengeluaran baru karena banyak bagian yang harus diganti.

2. Saat membeli perlu hati-hati dan yakin betul akan keberadaan rumah ini. Misalnya tidak ada masalah lanjutan ketika rumah sudah dinyatakan laku dijual. Bisa saja terjadi rumah tidak jadi dijual karena ada pihak keluarga yang tidak setuju. Semua itu tidak menjadi masalah jika uang untuk membeli bisa kembali utuh.  

3. Saat pembongkaran dan pemindahan rasanya perlu ditunggui. Mungkin perlu untuk memberi tanda atau cat pada sisi-sisi tertentu sebagai tanda keutuhan dari sebuah rumah. Karena, di saat seperti ini ada saja orang yang ingin berbuat curang. Meskipun tidak semua orang bertindak curang. Kecurangan itu bisa berupa ditukarnya kelengkapan bangunan rumah, sehingga tidak sesuai dengan yang sudah disepakati. Bisa juga beberapa bagian bangunan diambil tanpa sepengetahuan pembeli. Misalnya kayu-kayu untuk atap, juga dinding kayu rumah. Bagian-bagian ini mudah sekali ditukar atau diambil.

Friday, December 5, 2008

Pasar tanpa jendela

DSC_4928

Ini pasar Turi Surabaya. Enggak ada jendelanya...bedeng dari kayu atau triplek saja dinding bangunan pasar ini.

Padahal Surabaya berhawa panas...

Logikanya, di pasar banyak dagangan, penjual, dan pembeli. Apa enggak sumpek, ya di dalam?