Thursday, March 29, 2007

Chrisye meninggal

dia meninggal karena kanker paru-paru, di umur 57 tahun, hari Jumat 30/3/07 pukul 04.08 di kediamannya jl. Asem II no.80 Cipete Jakarta Selatan.Dimakamkan di makam Jeruk Purut...

selamat jalan, "Badai Pasti Berlalu..."

Powered by ScribeFire.

Thursday, March 8, 2007

Sepatu...


Sepatu Pilihan Buat Leonita


Penulis: A. Bimo Wijoseno dan Nanny Selamiharja

Buat sebagian orangtua, memilih sepatu untuk anak mungkin hal sepele. Asal doku cukup, mau model Cinderella atau Hello Kitty, tinggal bungkus. Namun, sesederhana itukah masalahnya? Bisa ya, jika orangtua lebih terpaku pada model dan selera. Jawabannya tidak, kalau kesehatan dan perkembangan kaki anak ikut dipertimbangkan.
===o===
Sore itu, acara jalan-jalan di mal menjadi “neraka kecil” buat Rima, seorang ibu muda. Leonita, putri semata wayangnya terus merajuk minta dibelikan sepatu. “Ma, sepatuku yang lama 'kan udah sempit. Lihat nih. Katanya mau dibeliin yang baru. Ayo dong, Ma!” rayu si Upik. “Yang ada gambar Hello Kitty-nya ya, Ma!” imbuhnya cerewet. “Iya, iya. Sabar dong,” sahut Rima akhirnya.
Setelah masuk ke toko sepatu, Rima makin pusing tujuh keliling. Begitu banyak sepatu yang dipajang, sampai-sampai dia sulit menentukan mana yang harus dibeli. “Habis, semuanya bagus, cantik, dan lucu. Rasanya, saya ingin membeli sekaligus sepuluh pasang,” gumam Rima. Ia lupa, atau mungkin belum tahu, membeli sepatu untuk anak sebaiknya tidak tunduk pada hawa nafsu semata.

Mendukung tungkai
Perihal alas kaki ini, dr. Meidy H. Triangto, Sp.RM. dari Kids Foot Rehabilitation Center, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, menyarankan, saat anak mulai dapat berjalan, sebaiknya mulai dibiasakan mengenakan sepatu. Selain berguna untuk membentuk kaki yang ideal dan normal, juga agar anak dapat langsung “belajar” mengatur jatuhnya titik berat tubuh pada posisi yang benar.
“Manfaat sepatu juga untuk menjaga pertumbuhan serta rotasi tulang tungkai. Makanya, baik sekali jika anak mulai mengenakan sepatu sejak usia 1,5 tahun hingga tujuh tahun,” jelasnya.
Sebagai catatan, ukuran sepatu anak akan mengalami perubahan beberapa kali, bahkan bisa sampai 34 kali, sampai anak menjelang umur 10 tahun. Setelah itu, perlu menunggu sampai usia 18 tahun, agar berkembang sepenuhnya menjadi “kaki dewasa”. Mulai umur 18 tahun itulah, ukuran sepatu anak mulai sedikit sekali mengalami perubahan. Silakan hitung sendiri, berapa biaya membeli sepatu untuk mereka, sampai mereka betul-betul dapat membeli sepatu sendiri.
Lalu apa yang mesti dipertimbangkan ketika membeli sepatu untuk anak kita?
Menurut dr. Meidy, faktor kesehatan dan perkembangan kaki anak mestinya menjadi bahan pertimbangan utama. Selain fungsi utamanya untuk melindungi kaki dari kotoran dan benda tajam, sepatu juga bertugas mengamankan kaki dari tekanan pada bagian sensitif di telapak kaki. Sepatu juga punya kewajiban menyangga tubuh. Disebut berkualitas kalau sepatu dapat menunjang berat tubuh, sehingga titik berat bertumpu pada tempat yang benar, agar tercipta gaya jalan yang benar pula.
Bahkan, sepatu dapat memperbaiki kelainan tertentu pada anak bila dirancang khusus. Misalnya, untuk telapak kaki terlalu datar atau terlalu melengkung. Telapak kaki terlalu datar bisa membentuk kaki anak menjadi mirip huruf “X”. Sedangkan yang terlalu melengkung menyebabkan titik berat tubuh tidak jatuh pada tempat yang benar.
Dalam keadaan kaki anak normal, usahakan memilih sepatu yang tidak menghalangi pergelangan kaki, agar bagian kaki ini bebas bergerak dan lutut tidak menanggung beban dalam pergerakan kaki. Perlu diperhatikan pula bentuk dan keseimbangan sepatu. Apakah ketika dipakai, sepatu berpotensi membuat anak terjungkal ke depan.
“Bentuk sepatu yang sehat sebaiknya tertutup dan dapat membentuk kaki yang ideal normal,” jelas dr. Meidy. Sementara ciri sepatu yang seimbang, solnya tidak terlalu tebal dan tidak membatasi gerak normal kaki untuk berjalan. Contoh sol yang tidak seimbang, salah satunya sandal bakiak (teklek).
Setelah itu, lihat pula tekanan sepatu ketika dikenakan. Apakah tekanan sepatu mempengaruhi gerak, akselerasi, dan keseimbangan tubuh, serta punggung kaki anak. Sepatu yang baik, apabila tekanan sepatunya pas, tidak terlalu ketat dan juga tidak terlalu longgar, seperti “memeluk” erat kaki anak tetapi tidak terasa sesak. Nyaman di kaki.
Berikutnya, lihat bagian dalam sepatu. Pilihlah yang bagian dalamnya terbuat dari bahan yang cukup lembut. Ini penting, agar kaki anak tidak mengalami iritasi ketika memakainya.
Lihat pula, apakah sol bagian dalam memiliki bantalan medial arkus (bagian tengah pada sisi sebelah dalam yang sedikit menonjol). Secara fisiologis bagian dalam telapak kaki umumnya agak melengkung. Posisi lengkungan itu kira-kira ada di tengah. Bagian inilah yang perlu ditopang bantalan medial arkus. Kalau tidak dilengkapi medial arkus, sepatu akan membuat si pemakai cepat lelah. Soalnya, telapak kaki menahan titik beban tubuh secara tidak seimbang.
Tak hanya bagian dalam, bagian luarnya juga perlu diperhatikan. Periksalah di bagian atas sol, terutama bagian belakang sepatu yang bertugas “memegang” tumit. Bagian ini sebaiknya jangan terbuat dari kain, tetapi dari kulit atau kulit imitasi yang cukup keras. Ketinggiannya pun cukup untuk menutup tumit si anak. Maksudnya, supaya kakinya selalu "terkunci" dalam sepatu.
Bagaimana dengan sol bagian luar? Meidy menyarankan, sebaiknya pilih sepatu yang permukaan solnya kasar, agar tidak licin saat berjalan, apalagi lari. Lihat juga bagian sepatu tempat kaki berjinjit. Bagian ini sebaiknya cukup lentur, sehingga dapat membantu ayunan ketika kaki bergerak meninggalkan lantai.

Tanggalkan sepatu warisan
Jika hal-hal di atas sudah terpenuhi, tinggal mencari ukuran sepatu yang pas. Sekali lagi, ukuran sebaiknya pas, tidak boleh terlalu longgar atau terlalu kecil. Selama ini, banyak orangtua sengaja memilih sepatu yang agak longgar untuk anaknya. “Supaya tahan lama, karena kaki anak saya makin lama ‘kan makin besar,” koor sejumlah orangtua senada.
Padahal, menurut dr. Meidy, ukuran sepatu yang pas berguna untuk mengindari cedera. Sebaliknya, sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan radang, lecet, dan meningkatnya jumlah keringat di telapak kaki. Sedangkan sepatu yang kelonggaran juga tak kalah merugikan, karena akan membuat kaki anak mudah tergelincir.
Agar tidak kelonggaran atau kesempitan, ajaklah anak ketika hendak membeli sepatu, sehingga dia dapat langsung mencobanya. Bila anak sudah cukup besar, saat mengepas sepatu, mintalah ia untuk sejenak berjalan, melompat, atau sedikit berlari dengan memakai sepatu yang akan dibeli. Jangan lupa bertanya, apakah sepatunya enak dipakai, tidak menimbulkan rasa sakit di kaki dan seterusnya.
Kalau syarat kesehatan telah terpenuhi, barulah berpaling ke model. Dengan model yang bagus, cantik, serta indah, anak bakal tampil lebih percaya diri. Untuk perkara terakhir ini, pilihannya dijamin bejibun. Fakta di lapangan menunjukkan, makin hari sepatu anak yang dijajakan kian enak dipandang. Seperti dibilang Rima, bentuk dan model sepatu untuk anak-anak kini makin lucu dan menggemaskan.
Terakhir, kapan sebaiknya berganti sepatu? “Pergantian sepatu pada anak sangat individual sifatnya. Tergantung pada pertumbuhan kaki, kondisi serta desain sepatu, apakah masih layak dan memenuhi syarat pakai atau tidak,” jelas Meidy. Dengan kata lain, tak ada batasan waktu pemakaian yang pasti.
Soal mengganti sepatu ini, ada kebiasaan buruk yang mestinya dihindari. Banyak di antara kita enggan membuang sepatu yang sudah tidak dipakai karena kondisinya masih baik. Biasanya sepatu lalu diwariskan kepada adik, saudara, atau orang lain yang membutuhkan. Memang, kalau sepatu bisa diwariskan, cara ini dapat menghemat anggaran keluarga yang mendapat "warisan". Namun, menurut dr. Meidy, cara ini kurang bisa dibenarkan.
Soalnya, posisi serta bentuk kaki setiap orang berbeda-beda, bahkan saudara serahim sekalipun. Setelah sepatu dikenakan, dalam jangka waktu tertentu, bentuk sepatu lazimnya akan mengikuti posisi dan bentuk kaki si pemakai. Jadi, jelas tidak akan nyaman bila kemudian dipakai orang lain. Lagi pula, pertumbuhan kaki yang diwarisi sepatu belum tentu sama dengan pertumbuhan kaki pemilik lama.
Jadi, demi kesehatan, sepatu usang sebaiknya diganti dengan sepatu baru. Kalau pun mau melungsurkan sepatu pada saudara, sebaiknya yang baru pula. Yang tetap perlu diingat, dalam membeli sepatu buat si Upik atau si Buyung memang perlu banyak pertimbangan, tidak tunduk pada hawa nafsu semata seperti dialami Rima.

Boks 1:
Ciri Sepatu Yang Baik

Posisinya memang “paling rendah”, terinjak-injak pula. Namun, ia bukanlah “barang rendahan”, karena manfaatnya banyak. Manfaat sepatu antara lain ditentukan oleh desainnya. Berikut beberapa ciri-ciri sepatu yang baik:
1. Terpasang pada kaki dengan baik.
2. Enak untuk berjalan, tidak menimbulkan rasa sakit di kaki ketika dikenakan, pas ukurannya, kuat menahan beban tubuh.
3. Tepat dan sesuai luas dan panjangnya dengan telapak kaki, fleksibel saat dipakai, serta bagian terluas dari sepatu sesuai dengan bagian kaki yang terluas.
4. Panjang sepatu lebih panjang sekitar 1,3 cm (sekitar selebar ibu jari tangan) dari ujung kaki. Toe box (bagian sepatu di atas sol yang menutupi jari-jari) dapat menahan kaki dengan baik saat berjinjit.
5. Tidak ada ruang longgar saat dipakai.
6. Waist (pinggang sepatu) cukup ketat untuk menghindari gesekan ke depan atau belakang.
7. Tebal heel (tumit) sebaiknya kurang dari 4 cm (pas untuk genggaman kaki).
8. Seimbang. Sol tidak terlalu tebal agar tidak membatasi gerak normal kaki untuk berjalan. Bakiak, misalnya, ketidakseimbangan saat memakainya dapat mempengaruhi stabilitas lateral (kaki bagian samping).
9. Sepatu yang baik dapat mentransfer berat badan ke lantai secara efektif dan merupakan pondasi yang baik. Juga harus pas dan nyaman mulai dari bagian depan hingga belakang.


Kapal tenggelam


Luka Tampomas Derita Berkepanjangan
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Tragedi tenggelamnya KM Tampomas II, 24 tahun silam, nyaris terlupakan oleh banyak orang. Tidak demikian dengan Irma Kaniawaty, salah satu korban akibat bobroknya sistem transportasi nasional saat itu. Kepedihannya tak pernah lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Bagaimana ibu muda itu bertahan?
-----
Bersama suaminya, Mayor Polisi Drs. Zulkarnaen, Irma tinggal di Ujungpandang, sebelum musibah itu terjadi. Keluarga muda ini sudah menetap di ibukota provinsi Sulsel itu selama tiga tahun, sejak Zulkarnaen lulus dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, tahun 1978. Sebagai istri prajurit, wanita asal Sukabumi itu setia mengikuti suami yang ditugaskan di sana.
Musibah itu tentunya tidak akan menimpa mereka jika saat itu Irma dan keluarga bahagianya tidak pulang kampung ke Sukabumi untuk menghadiri pemakaman dan peringatan 40 hari meninggalnya adik bungsu Irma. Namun, yang namanya nasib baik dan buruk bukan menjadi urusan manusia.
Tak ada firasat apa pun, ketika mereka memutuskan pulang kembali ke Ujungpandang dengan naik KM Tampomas II. "Padahal kami belum pernah naik kapal laut," kenang Irma. Jadi, buat Irma dan keluarganya, perjalanan laut itu merupakan pengalaman baru. "Saya merasa, naik kapal laut cukup aman. Kecelakaan justru lebih sering terjadi di udara. Berkali-kali saya naik pesawat, sering mengalami gangguan. Kadang pesawat enggak bisa turun, atau tergelincir karena cuaca buruk," terangnya.
Dari sosoknya, mereka melihat Tampomas II masih "baru" dan tampaknya nyaman. Faktanya, mereka tidak tahu kalau Tampomas adalah kapal bekas. Aslinya dari jenis Screw Steamer 6073 buatan tahun 1956, yang dibeli dari Jepang, kemudian dimodifikasi lagi tahun 1971.
KM Tampomas II berangkat dari Jakarta, 24 Januari 1981, telat sehari dari jadwal yang ditetapkan. Konon, penundaan itu karena kapal harus mengalami sedikit perbaikan.
Mereka menumpang di kelas VIP. "Saya mulai menikmati enaknya naik kapal laut. AC-nya dingin dan suasananya tenang," kisah Irma.

Cuma kunci kamar
Sayangnya, euforia naik kapal laut itu luluh lantak, ketika esok malamnya, Irma merasakan suasana ribut luar biasa. "Saya keluar dari kabin dan bertanya-tanya, apa yang terjadi. Masih pakai daster, karena sedang menyusui Sitti Mahriza Imelda Mustika (8,5 bulan). Sedangkan suami sedang makan di kantin, bersama anaknya yang lain, Sitti Zara Yasmina Rahanun (2,5 tahun)."
Tidak lama kemudian, suami Irma datang dan bilang, "Tenang saja, cuma kebakaran kecil, kok." Hati Irma sedikit plong. Namun tak lama, karena kebakaran ternyata makin tidak terkendali. Banyak penumpang kapal mulai panik dan naik ke anjungan. Keluarga Irma ikutan naik. "Enggak usah bawa apa-apa. Bawa kunci kamar saja," saran suaminya.
Beberapa waktu kemudian, api makin membesar. Irma dan suami tidak sempat membawa pelampung, tidak juga susu untuk anaknya. Karena belum pernah naik kapal laut, ia tidak tahu di mana dan apa fungsi anak buah kapal (ABK), pelampung dan segala macam prosedur penyelamatan di laut.
Ada sekoci, tapi ketika diturunkan langsung tumpah, mungkin karena terlalu sarat penumpang. Dalam situasi khaos itu, hanya ada satu dua orang ABK yang membantu mengarahkan penumpang. Kebanyakan orang cari selamat sendiri. Di dek misalnya, terjadi rebutan pelampung. "Saya tidak ikut berebut, karena di setiap kamar sebenarnya sudah tersedia, meski saya tidak tahu letaknya."
Keesokan harinya, api sudah merambat sampai ke anjungan kapal. Pagi itu mulai kelihatan banyak korban bergelimpangan. Kondisi penumpang sangat mengenaskan. Beberapa mayat sempat terpanggang di lantai kapal, sebelum digulingkan ke laut. Untungnya, Irma berdiri di atas papan kayu, walaupun hawa panas tetap terasa.
Esok hari berikutnya, Irma dan sejumlah penumpang masih bertahan di anjungan. Saat itu, angin di sekitar Kepulauan Masalembo, Laut Jawa, bertiup sangat kencang. Sementara itu ombak bergulung-gulung menyerupai gunung berjalan. Pemandangan yang sungguh mengerikan.
"Karena sangat haus, kami terpaksa minum air laut. Satu hari penuh kami sekeluarga terjaga. Dengan mata kepala sendiri, saya juga melihat seorang ibu terpanggang api. Saya juga mulai gemetaran melihat ombak besar yang makin lama makin membuat kapal miring." Sepertinya itu pertanda bakal datangnya kejadian yang lebih buruk.

Terlalu bingung
Tanggal 27 Januari, kapal sudah nyaris karam. "Mirip kejadian di film Titanic. Bedanya, di Titanic tidak ada api," ungkap Irma. Irma dan suaminya mulai pasrah. Namun, keinginan untuk terjun ke laut masih ditimbang-timbang. Mereka lalu berpegangan saja pada pagar pinggiran kapal. Kapal penolong sempat mendekat dan melempar tali. Beberapa penumpang melompat.
"Tapi suami saya bingung, hingga tak melompat," kisah Irma. Sampai akhirnya, peluang itu terlepas. Sempat terlihat juga sebuah kapal lain, KM Sangata, berbendera Panama dan sedang membawa kayu dari Kalimantan. Kapal itu terlihat lebih berani. Muatan kayunya dibuang ke laut agar bisa mendekati Tampomas dan mengangkut orang. Namun lagi-lagi, Irma sekeluarga tetap tak tersentuh.
Sementara itu, Tampomas makin miring. Kapal-kapal penolong pun mulai mundur menjauh, menghindari pusaran arus yang bisa menyedot mereka masuk ke dalam laut. "Saat itulah kesempatan terakhir kami untuk mengambil keputusan: tetap bertahan atau melompat!"
Menjelang pukul 13.00, suami Irma mengambil keputusan melompat lebih dulu. Sambil menggendong anak perempuannya, suami Irma meloncat ke laut sembari berteriak, "Allahu Akbar!>/i>" diikuti teriakan anaknya, "Mama, Mama ...." Tak disangka, ternyata itu merupakan saat-saat terakhir Irma melihat suami dan anaknya, sebab tak lama kemudian kedua orang yang dia cintai itu lenyap ditelan ombak.
"Beberapa detik kemudian, saya menyusul terjun. Saya terus berenang sambil menggendong bayi saya, menjauhi kapal agar tak tersedot arus. Tujuh jam lamanya saya berenang, sambil terus mencari suami dan anak saya. Setiap ketemu mayat yang terapung, pasti saya balikkan. Namun, mereka tak saya temukan. Bahkan nyawa bayi yang saya gendong pun akhirnya tak tertolong. Dengan berat hati saya pun melepaskannya dari gendongan.
"Saya terus berenang, meski badan sangat lelah. Saya berusaha bertahan hidup, karena teringat pada anak laki-laki saya. Muhammad Reza Aulia Bintang Zulkarnaen waktu itu kami tinggal di rumah kakek-neneknya di Sukabumi karena sedang sakit campak."
Menjelang petang, barulah Irma mendapat pertolongan dari sebuah kapal. Sebuah tali dilemparkan kepadanya, kemudian diikatkan pada kaki dan tangan. Selanjutnya, Irma dibawa ke sebuah rumah sakit di Ujungpandang dan dirawat beberapa hari di sana. "Saat itu, mulai banyak rekan suami, kawan saya, tetangga, dan sanak saudara yang datang menjenguk ke rumah sakit."
Mengingat kondisi Irma yang masih lemah, mereka terpaksa membohongi ibu muda itu dengan mengatakan, "Suami dan anakmu selamat. Mereka dirawat di Surabaya." Irma pun percaya.

Januari tegang
Usai pengobatan, Irma pindah ke Bandung. "Empat bulan setelah musibah, saya akhirnya dikasih tahu kalau suami dan anak perempuan saya sudah meninggal. Tapi saya tidak percaya. Berminggu-minggu hingga berbulan-bulan saya terus mencari kabar tentang mereka. Tetapi hasilnya nihil. Kesedihan itu saya alami bertahun-tahun. Untungnya, keluarga memberi dukungan. Kalau tidak, ...." Irma mendesah.
Mendapat cobaan yang terasa begitu berat, Irma sempat protes keras pada Sang Maha Pencipta, sampai ia tidak mau melakukan kewajibannya sembahyang lima waktu selama sekitar empat tahun. Segenap perasaan dan unek-unek yang menyesak di dadanya ia tumpahkan saja ke dalam bentuk puisi dan tulisan.
Irma juga sempat berkonsultasi kepada psikiater. Tiga tahun lamanya ia tidak mengalami menstruasi. Menurut dokter itu, gejala itu akibat psikosomatis. Tekanan batin yang amat berat telah mengganggu kinerja hormon di tubuhnya.
Akhirnya, Irma diajak menemui Buya Hamka. Sambil berdialog, ia diajak menerima kenyataan bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah titipan dari Tuhan. Dari situlah perlahan-lahan pikiran Irma mulai terbuka. "Apalagi saya masih punya anak laki-laki yang masa depannya tergantung pada saya."
Kini, meski sudah bisa "melupakan" trauma masa lalu, Irma masih belum berani berenang dan melihat laut. Di depan matanya selalu saja tampak "mayat-mayat" yang terapung, kapal yang tenggelam, dan bayang-bayang peristiwa masa lalu lainnya. "Beberapa waktu lalu saya pernah mencoba bepergian menyeberangi Pelabuhan Merak. Jantung saya berdebar keras, sampai keluar keringat dingin. Rasanya, tak mau jauh-jauh dari pelampung."
Lalu, setiap menjelang tanggal 27 Januari, "Saya sering 'mendengar' suara memanggil-manggil, 'Mama ... Mama ....' Hati saya pun deg-degan. Apalagi saat sekitar jam satu siang. Saya benar-benar tidak bisa melupakan peristiwa itu. Saya sering teringat pada anak saya yang berumur 2,5 tahun waktu itu. Tapi anehnya, sampai hari ini saya tidak pernah bermimpi bertemu suami saya," akunya.
Irma adalah contoh korban malapetaka langka yang tak pernah rela terpenjara trauma. Dengan niat yang kuat, terbukti tak ada sesuatu yang mustahil untuk diraih. Anak lelakinya, Bintang, kini sudah bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Cuma waktu yang akan menunjukkan, kebahagiaan apa lagi yang bakal didapat Irma, sebagai ganjaran kesabarannya mengarungi kepedihan masa silam.

Boks
Tetap Berharap Dia Kembali

Dampak paling berat dari musibah Tampomas bagi diri Irma adalah menjalani hari-hari tanpa suami. Saat berusia 26 tahun dan tinggal bersama anak lelakinya yang baru berusia empat tahun, ia harus menepis beragam gosip. “Terus terang, saya belum siap menjadi janda. Kami baru menikah lima tahun. Kandi Soeriadipraja (alm.), ayah saya, selalu menekankan agar saya tak buru-buru menikah lagi. Dalam pikiran saya selalu ditanamkan, suatu saat suami saya akan kembali."
Saat mencoba bangkit, pergaulan dan kegiatan sosial mulai dijalani Irma. Ia pun mengikuti kegiatan arisan para ibu Bhayangkari (istri polisi). Di antara mereka ada yang bersimpati pada Irma yang tengah berduka itu, tapi ada juga yang bersikap sebaliknya. "Mungkin karena status saya janda, serta banyaknya tawaran mengajak saya untuk menikah."
Bertahun-tahun Irma menjadi ibu sekaligus ayah. Bintang sering bertanya, ke manakah ayah dan adik-adiknya pergi. Semula, masih bisa dibohongi, tapi lama-kelamaan ia tahu juga. Kenyataan itu membuat Irma stres berat, sampai ia sempat digosipkan sakit gila. Apalagi ia tidak pernah keluar rumah.
"Begitu saya keluar rumah, pasti ada suara-suara miring. 'Wah, Irma mulai cengengesan, cari laki-laki.' Jalan sama adik kandung laki-laki saja disangka pacaran," katanya sambil geleng-geleng kepala.
Irma sempat bekerja di sebuah kantor pengacara di Jakarta, tetapi hanya bertahan satu tahun. Ia juga sempat kuliah di Fakultas Hukum UI, namun tidak tamat. Kemudian kuliah di Akademi Bahasa Asing. "Di kampus, tidak ada yang tahu kalau saya janda. Saya simpan rahasia itu untuk menghindari godaan."
Setelah itu, Irma "ditarik pulang" oleh orangtuanya. Mereka tak mau kehilangan anak dan cucunya lagi. "Semua kebutuhan saya ditanggung orangtua dan sanak keluarga, plus uang pensiun suami."
Di Sukabumi, hampir semua orang tahu tentang musibah yang pernah menimpa Irma dan keluarganya. "Berat sekali. Jika ingat suami, kerap saya mengeluh, kenapa kamu tinggalkan saya. Kenapa saya enggak ikut mati saja waktu itu?" kenang Irma.
Pernah ia hendak dijodohkan, tapi menolak. Sampai saat ini, Irma tetap sendiri. Di hatinya telah telanjur terpatri, kelak suaminya akan kembali. Entah kapan!


Air...


Minum Oksigen Lewat Air Segi Enam


Penulis: M. Sholekhudin dan Bimo Wijoseno

Percaya atau tidak, oksigen yang biasanya dihirup kini juga bisa dikonsumsi lewat air minum. Lebih segar rasanya. Namun, bagaimana manfaatnya?
=====
Air dan oksigen syarat mutlak bagi kehidupan.
Tanpa air metabolisme di dalam tubuh tidak bisa jalan. Berhubung sebagian besar (70%) tubuh kita berupa air, kita masih masih boleh hidup satu minggu lagi tanpa minum air.
Tanpa oksigen tubuh tak sanggup membakar glukosa hasil proses pencernaan makanan menjadi energi yang kita gunakan untuk beraktivitas. Dalam hitungan menit tanpa suplai O2, kita bablas, dan gelar "anumerta" pun tersemat.
Karena sama pentingnya, terbit pikiran-pikiran kreatif di kalangan industriwan untuk menciptakan air tinggi oksigen. Minuman hasil kolaborasi antara air dan zat asam itu kini sudah banyak beredar di pasaran. Ada yang dipasarkan dalam bentuk kemasan botol siap minum. Ada juga yang harus diperoleh lewat sebuah teko "ajaib". Teko itu yang ditawarkan kepada konsumen, karena bisa menyulap air biasa menjadi air tinggi oksigen.
Kelihatannya, persaingan produk-produk macam itu berlangsung seru. Teristimewa karena hampir semua produk diiklankan sebagai minuman kesehatan yang bisa mencegah dan mengusir berbagai gangguan kesehatan dan penyakit.

Sering buang air
Daniel Tedja, marketing director Super O2, punya cerita. Tubuh manusia tidak dapat menyimpan oksigen sebagai cadangan untuk dimanfaatkan di kemudian hari. Zat asam ini dikonsumsi dan diproses oleh sel tubuh secepat sistem pernapasan menyerap oksigen dari udara. Dengan minum air beroksigen, kebutuhan zat asam saat itu juga dapat terpenuhi.
Untuk memperoleh manfaat maksimal, minuman bening ini disarankan agar diminum dua botol per hari, sebelum atau sesudah makan. Jika diminum secara teratur, masih menurut Daniel, stamina dan vitalitas tubuh berangsur prima. Penampilan pun segar senantiasa.
Daniel mengungkapkan, produk yang dia pasarkan diolah dengan teknologi impor bikinan Jerman. Lewat teknologi itu, molekul oksigen diikatkan pada molekul-molekul air biasa. Selanjutnya, air yang sudah ditempeli oksigen itu dikemas dalam keadaan mampat bertekanan. Dengan proses ini bisa diperoleh kadar oksigen 80 ppm (8 mg oksigen/100 g air).
Air beroksigen dalam kemasan botol memang praktis. Tinggal buka tutupnya, langsung diminum isinya. Kalau menggunakan Actimo, nama teko "ajaib" buatan Korea itu, harus menunggu lebih dulu. Namun, alat itu dipromosikan dapat mengubah air biasa menjadi air heksagonal yang juga mengandung oksigen.
Meski produknya tidak dinyatakan sebagai air heksagonal, kata Daniel, kadar oksigen yang terlarut tak jauh beda dengan air heksagonal.
Akan tetapi Wiwit, staf pemasaran Actimo, bercerita, air heksagonal punya kelebihan. Salah satunya, lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan dengan air biasa. Itu sebabnya, air heksagonal lebih mudah masuk ke dalam sel tubuh untuk mengangkut nutrisi dan membuang racun hasil metabolisme sel.
Wiwit juga bertutur, air heksagonal mampu membuat tubuh selalu bugar, menyembuhkan pelbagai macam penyakit, bahkan bisa digunakan untuk tujuan kecantikan. Saat pertama kali diminum, air heksagonal akan membuat Anda buang air kecil 3 - 4 kali dalam satu jam. Jangan khawatir, itu hanyalah indikasi proses pembersihan tubuh dari sisa metabolisme.
Dari berbagai produk air beroksigen itu, tampaknya air heksagonal inilah yang paling fenomenal dan sulit dijelaskan pada awam. "Air kok dibikin segi enam. Mana bisa?" orang pun bertanya. Ada teknologi apa sebenarnya di balik misteri air heksagonal itu?

Sistem cluster
Sehari-hari kita hanya membedakan air dalam bentuk cair (air), padat (es), dan gas (uap). Namun, secara kimiawi semuanya disebut air. Satu molekul air (H2O) berupa dua atom hidrogen (H) yang diikat oleh satu atom oksigen (O). Ketiganya terikat dalam bentuk kaku, menyerupai huruf "V" bersudut 104,5 derajat. Atom O berada di bagian sudut huruf "V", sedangkan masing-masing H berada di ujung kedua kakinya.
Dalam setetes air terkandung miliaran molekul air. Anda bisa membayangkannya, miliaran huruf "V" berjejalan dan terus-menerus bergerak secara acak. Kondisinya hiruk-pikuk dan tak beraturan. Namun, dalam keadaan tertentu molekul-molekul air ini bisa berbaris tertib. Misalnya, dalam keadaan padat sebagai es atau salju.
Dalam bentuk es atau salju, secara alamiah molekul-molekul air berbaris rapi. Setiap enam molekul bergandeng tangan lewat ikatan hidrogen, membentuk suatu water cluster (klaster air) yang berstruktur cincin segi enam (heksagonal).
Karena klasternya berbentuk segi enam, maka di antara enam molekul itu terdapat sebuah ruang kosong, yang ukurannya lebih besar dari ukuran molekul air itu sendiri. Itu sebabnya ketika membeku, air memuai karena memakan ruang lebih besar. Di ruang ini molekul oksigen bisa terjebak, tak bisa meloloskan diri. Alhasil, struktur air heksagonal ini mengandung jumlah oksigen lebih banyak daripada struktur air biasa.
Dr. Bambang Ariwahjoedi, M.Sc. Tech., dari Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung, bilang, klaster air bisa terbentuk secara spontan di alam. Syaratnya, temperatur cukup dingin (0 – 4 oC) dan ada molekul selain air yang terlarut. Kondisi ini terjadi, misalnya, pada air-air pegunungan yang suhunya cukup rendah dan mengandung cukup mineral terlarut.
Bagaimana dengan air dalam kemasan? Di sinilah hebatnya ilmuwan. Meski tidak beku, molekul air bisa "dipaksa" bergandeng tangan dengan bantuan kekuatan medan magnet dan sinar inframerah, sehingga membentuk struktur heksagonal. Strukturnya bisa ditata begitu rupa, karena molekul air memiliki sifat-sifat elektrik dan magnetik.
Namun, daya paksa ini punya keterbatasan. Jika suhu air dinaikkan, molekul-molekul air itu mendapat energi untuk melawan. Akibatnya, struktur heksagonal terurai. Air heksagonal pun berubah menjadi air biasa. Oksigen yang semula terjebak, bisa lenggang kangkung meloloskan diri.

Langsung diminum
Logikanya, semakin tinggi kenaikan suhu, makin kecil pula oksigen yang terlarut. Soalnya, kenaikan suhu membuat gerakan molekul air lebih cepat, sehingga menghancurkan struktur heksagonal dan melepas oksigen yang terperangkap.
Sebagai gambaran, pada suhu 30oC, kelarutan oksigen akan turun separuh dibanding pada es. "Jangan heran kalau minum air es, terasa lebih segar ketimbang air hangat, karena kandungan oksigen dalam air es lebih tinggi," kata Dr. Zeily Nurachman, kolega Bambang di ITB.
Titik kritis terjadi pada suhu 100oC. Pada suhu didih tak ada lagi oksigen yang terlarut, alias nol. Sifrun, kata orang Arab. Dengan kalimat lain, manfaat air heksagonal sebagai pembawa oksigen akan tinggal cerita jika dipakai dengan cara dimasak.
Dr. dr. Septelia Inawati Wanandi, dari Bagian Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, bilang, air heksagonal memang sangat labil, karena menentang struktur alami air. Selain rentan suhu, ia juga bisa terurai selama masa penyimpanan.
Itu sebabnya sebagian produsen menyarankan, air heksagonal diminum kurang dari 20 menit sejak disiapkan. Sebagian yang lain menyarankan, produknya disimpan dalam lemari es bersuhu 8oC, serta terhindar dari cahaya Matahari langsung.
Secara kasat mata, penampilan air heksagonal maupun air beroksigen tinggi tak jauh berbeda dengan air minum dalam kemasan. Sama-sama bening dan menjadi plin-plan jika berada di atas daun talas. Perbedaan kandungan oksigen hanya bisa diketahui dari uji oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO).
Untuk membuktikan adanya struktur heksagonal dibutuhkan sejumlah peralatan canggih, seperti nuclear magnetic resonance (NMR). Uniknya, di pasaran kini juga beredar produk air heksagonal dalam kemasan yang harganya tak jauh beda dengan harga air minum biasa dalam kemasan. Padahal, untuk memproduksi air heksagonal dibutuhkan peralatan canggih dan tentu saja biaya mahal.
Jadi, itu air heksagonal beneran atau jadi-jadian?

Sulit diuji
Karena strukturnya labil, menurut Septelia, air heksagonal bisa saja terurai jika dipasarkan dalam kemasan siap minum. Selama masa penyimpanan, sangat mungkin air heksagonal telah berubah menjadi air biasa. Repotnya, ini tidak bisa diuji oleh konsumen.
Pembuatan air heksagonal membutuhkan campur tangan energi yang dipaksakan, misalnya energi magnetik atau getaran. Penggunaan energi yang dipaksakan ini bisa berdampak dilepaskannya banyak radikal bebas. Namun, ini tidak berarti air heksagonal yang terurai pasti berbahaya buat kesehatan.
"Belum ada penelitian yang mendukungnya," papar Septelia.
Tentang berbagai khasiat air heksagonal yang dipromosikan, Septelia menuturkan, umumnya klaim khasiat itu didasarkan pada pengalaman beberapa orang saja. Padahal menurut ilmu kedokteran, klaim manfaat sebuah produk seharusnya didasarkan pada data uji klinik. Bisa saja kesembuhan itu bersifat individual atau berasal dari efek sugesti. Bukan efek sesungguhnya.
Senada dengan itu, Dr. Bambang Ariwahjoedi, M.Sc. Tech., dari Departemen Kimia ITB, berpendapat, bisa saja efek yang terjadi hanya efek plasebo. Sebab, menurut dia, organ yang didesain untuk menyerap oksigen adalah paru-paru, bukan usus.
Tanpa bermaksud menunjuk sebuah produk, Septelia menganalogikannya dengan terapi oksigen hiperbarik. Lulusan University of Marburg, Jerman, ini menyarankan, sebaiknya pemberian oksigen yang dipaksakan itu dilakukan dalam periode tertentu (bukan terus-menerus), hanya sebagai semacam terapi kejut. Tujuannya untuk menghasilkan radikal bebas dalam jumlah tertentu yang diharapkan dapat "membangunkan" produksi antioksidan tubuh yang "tertidur".
Masih menurut Septelia, wajar jika seseorang mencoba salah satu produk air heksagonal ketika sakitnya sulit atau tidak dapat disembuhkan dengan obat-obat biasa. Apalagi, produk yang dicoba relatif tidak mahal dan tidak berbahaya. Bukan hanya air heksagonal, minum banyak air biasa pun bermanfaat buat kesehatan. Kecuali, tentu saja, bagi mereka yang ginjalnya sudah terganggu.
Bambang sependapat. Menurut dia, bisa saja produk-produk itu betul punya manfaat buat orang-orang tertentu. "Bila ada orang merasa sembuh setelah minum air itu, boleh jadi dia memang sedang membutuhkan," terangnya. Meskipun hingga kini belum ada bukti ilmiahnya, kemungkinan produk-produk itu berjaya tetap terbuka.
Jadi, tidak salah jika Anda ingin menjajal khasiat "air sakti" ini. Tapi untuk sementara, jangan kuciwa kalau hasilnya tak sesuai harapan. Nikmati saja minuman itu seperti Anda menikmati soft drink tanpa soda. Jangan lupa, saat menenggak, jangan ragu untuk bilang, "Kutahu yang kuminum!"

Kedele


Kedelai Raksasa Milik Pak Zum
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Untuk menciptakan tanaman produktif para ahli tidak harus melakukan rekayasa genetika langsung pada tanaman itu. Buktinya, dengan pupuk yang diformulasikan secara khusus, tanaman kedelai bisa "dipaksa" menghasilkan kacang kedelai berlipat ganda.
====
Boleh percaya, boleh tidak. Tanaman kedelai yang biasanya memiliki tinggi tak lebih dari 70 cm, dengan jumlah polong antara 40 - 80, ternyata bisa "disulap" menjadi tanaman jangkung setinggi 4,5 m dengan jumlah polong 2.300 - 2.800 polong. Ruarrr biasa!
Namun, jangan membayangkan sosoknya menjadi besar seperti tanaman keras macam pohon nangka atau rambutan. Penampilannya masih tetap seperti dulu. "Hanya saja, batangnya sedikit lebih besar, lebih tinggi, dan berbuah lebih banyak,” ujar Ir. Ali Zum Mashar (32), pemelihara tanaman kedelai jangkung dan produktif ini.
Untuk membuat tanaman kedelai menjadi "raksasa", Ali melakukan rekayasa pada pupuknya. Tanamannya tidak diotak-atik sama sekali. Lingkungan penanamannya pun tidak diberi perlakuan khusus, meskipun sebenarnya kedelai merupakan tanaman subtropis. Yang dia sentuh cuma tanah tempat kedelai itu tumbuh dengan memberi pupuk yang diformulasikan secara spesial.
Logikanya, jika tanahnya subur, tentu akan dihasilkan tanaman yang bagus. Hanya saja, Ali tidak lantas latah menggunakan pupuk kimia yang banyak tersedia di pasaran. Ia menggunakan pupuk hayati yang ia rekayasa secara khusus.

Mikroba biangnya
“Secara alami ada 'pabrik pupuk' yang membuat subur tanaman dan tanah tempat tanaman bertumbuh. Namanya, mikroba,” ujar Zum. Jasad renik itu banyak jenisnya, di antaranya ada yang menghasilkan unsur natrium, fospat, kalium, dan zat kimia lain yang terdapat dalam pupuk kimia buatan. Mereka memproduksi zat hara dan nutrisi melalui proses bio-perforasi. Selain memberikan zat hara pada tanah, mereka juga bahu-mambahu menciptakan keseimbangan mikro-ekologi ke dalam jaringan secara cepat. Sayangnya, tak semua tanah disusupi mikroba. Di sinilah pupuk hayati bikinan Zum mengambil alih peran mikroba.
Berawal dari pemikiran itu, yakni bahwa tidak setiap tanah mengandung mikroba yang bisa menghasilkan zat hara dan nutrisi, Ali tergerak untuk meneliti dan mengumpulkan bermacam-macam mikroba penyubur tanaman dari ujung daun hingga ke dalam tanah. Selama kurang lebih 10 tahun, alumnus Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, ini berkutat meneliti mikroba apa saja yang bisa menyuburkan tanaman dan ramah bagi manusia maupun lingkungan.
Dari satu dekade berburu mikroba itu, terkumpullah 18 jenis mikroba, di antaranya cyano-bacter, azospirella, dan pseudonomy bacter. Dengan formula tertentu, para jasad renik itu diadon menjadi pupuk hayati baru yang oleh Ali diberi nama Bio P2000 Z (Bio = bahan hidup, P = perforation technology, 2000 = tahun pembuatan, Z = Zum, nama tengah Ali).
Meski cuma 18 mikroba yang terkumpul, ternyata tidak mudah memadukannya. “Ada yang saling membunuh malahan. Harus by trial and error untuk membuat mereka bisa berpadu,” terang Ali. "Tidak usah takut dan khawatir. Pupuk ini aman bagi manusia dan lingkungan," yakin Ali. Secara alami mikroba ini akan berkembang terus, namun secara alami pula ia akan mati dengan sendirinya jika sudah jenuh dan tugas dan kewajibannya selesai.
Diharapkan, pupuk Bio P2000Z ini bisa menjadi alternatif, menyusul dicabutnya subsidi pupuk oleh pemerintah (Kompas, 4-1-2005). Nilai lebih pupuk hayati ini, ia mampu mengembalikan kesuburan tanah yang rusak akibat bertahun-tahun dijejali pupuk kimia buatan pabrik. Endapan pupuk di dalam tanah bisa diurai oleh mikroba dalam pupuk Bio. Petani tak perlu lagi membeli pupuk kimia.
Soal harga pun, bisa diadu. Harga seliter pupuk Bio P2000Z cuma Rp 100.000,-. Padahal, isinya setara dengan 200 kg urea (seharga Rp 200.000,-), 50 kg fosfat (Rp 90.000,-), dan setara 40 kg pupuk KCL (Rp 60.000,-). Jika merasa kemahalan, pupuk ini bisa diencerkan lagi dengan cara fermentasi selama 48 jam (dengan menambah 1 kg gula, 1 kg urea, dan 20 l air). Seliter pupuk bisa diencerkan menjadi 20 l pupuk cair. Jadi, harganya memurah menjadi sekitar Rp 5.000,- seliter.
Zum sendiri telah mengujicobakan pupuknya untuk berbagai tanaman produksi dan lahan pertanian, termasuk lahan gambut. Sebagai contoh bukti hasil pemakaian pupuk Bio P200Z, Zum menyatakan, pupuk itu mampu meningkatkan jumlah panen kedelai, yang semula 1,2 ton per ha menjadi 4,5 ton per ha dalam enam kali pemupukan dengan jeda 1 - 2 minggu.
Untuk mendapatkan kedelai tingkat raksasa seperti di awal tulisan ini, tanaman perlu dipupuk dua kali seminggu. Tiap ada tunas baru, semprotlah daun, batang, dan tanahnya dengan pupuk ini.

Didasari keprihatinan
Pupuk Bio P200Z barangkali tidak akan pernah tercipta bila Ali Zum Mashar tidak didera rasa prihatin melihat kondisi ekonomi petani sejak ia duduk di bangku kuliah. Akibat revolusi hijau, produksi pertanian digenjot menggunakan pupuk kimia. Pada awal panen hasilnya memang memuaskan, tetapi untuk selanjutnya petani malah merugi. Setiap musim tanam, petani harus punya modal untuk membeli bibit, pupuk, dan pestisida.
Ketika panen, belum tentu petani bisa langsung tersenyum bahagia meraup untung dan menutup utang modalnya. Soalnya, harga jual hasil panen masih bisa digoyang untuk menguntungkan pihak tertentu. Petani akan lebih merana lagi jika tanamannya ludes diserang hama. Kalau demikian, dengan apa lagi petani bisa membayar utangnya?
Jika kondisi seperti itu berlangsung terus-menerus, petani bisa makin jatuh melarat, begitulah Zum membatin. Kalau akhirnya petani kemudian menggantung paculnya, “Ini bahaya, negeri kita bisa rawan pangan. Meskipun bisa impor pangan, hal itu tidak bisa dilakukan terus-menerus.”
Menurut Zum, salah satu kunci penyebab kemelaratan petani yaitu karena ketergantungan petani dengan pupuk buatan. Takaran penggunaan pupuk buatan ini untuk satu satuan luas perlu terus meningkat. Dari segi biaya, ini tentu menambah ongkos produksi yang memberatkan petani.
Pemakaian urea yang berlangsung terus-menerus dan bertahun-tahun juga membuat tanah menjadi seperti plastik. Akibatnya, tanah tidak bisa bernapas dan air pun tidak bisa meresap. Ini baru akibat ulah urea. Belum akibat pupuk lain seperti TSP dan fosfat yang membuat tanah menjadi asam.
Kalau sudah begitu, akar tanaman sulit berkembang dan hidup. Padahal, dari yang dipelajari Ali, sesungguhnya tanaman bisa subur secara alami tanpa diberi pupuk kimia buatan. Maka, ia pun berupaya mati-matian untuk menciptakan formula pupuk hayati yang bisa memberi zat hara cukup bagi tanaman, tetapi tidak merusak tanah. Hasilnya, ya pupuk hayati Bio P200 Z itu.
Bravo, Pak Zum!


Wednesday, March 7, 2007

Buku


Mereka Dikenal Karena Buku
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Adakah syarat khusus untuk menjadi penulis buku? Bisa baca-tulis itu sudah pasti. Syarat berikutnya, harus punya bakat. Banyak orang bilang, kalau tidak punya bakat, sampai kepala botak dan beruban pun, tak akan lahir yang namanya buku. Betulkah begitu?
=====
Imelda Akmal(35), penulis buku tentang desain interior yang laris manis di pasaran, seperti buku seri Menata Rumah Mungil terbitan Gramedia Pustaka Utama, mencoba berbagi pengalaman.
"Semuanya berangkat dari kebutuhan," ujar Imelda membuka percakapan. Pada saat pembuatan buku pertama saya, di awal 1990-an, saat itu real estate sedang booming. Ketika itu ada pergeseran dimensi rumah. Ukuran rumah yang tadinya luas dan besar, menjadi lebih kecil. Jika rumah paling kecil tadinya tipe 70, kala itu menjadi tipe 21.
Perubahan ukuran rumah itu tentu menimbulkan masalah.
"Saya kerap mengunjungi rumah teman yang pintunya tidak bisa dibuka lebar atau tak bisa tertutup rapat, karena kepentok furnitur yang kegedean," jelasnya. Itu karena dimensi rumah berubah, tetapi ukuran furniturnya standar, tidak berubah sama sekali. Rumah pun jadi sumpek. Dari situ saya tergugah mencari solusi mengatur ruang dan isi rumah mungil. Supaya tidak mentok sana-sini," kata Imelda.
Keprihatinan akan rumah yang sesak karena perabotannya tidak cocok sebenarnya dipikirkan juga oleh pengembang real estate. Mereka membuat rumah contoh yang dianggap nyaman dan layak huni. Ukuran perabot dan penataannya pun disesuaikan dengan kondisi ruang rumah mungil. Imelda lantas menggalinya lebih dalam dan mengembangkannya, sehingga muncul buku Menata Rumah Mungil.
Tanggapan masyarakat sangat antusias. Buah karya Imelda itu sampai sekarang sudah dicetak ulang 12 kali!

Keliling real estate
Cerita Imelda seputar proses pembuatan bukunya cukup unik. Dia bilang, tantangan dalam membuat buku interior adalah mencari obyek untuk difoto. Untuk itu, ia bekerja sama dengan suaminya yang kebetulan fotografer, Sonny Sondjaya (37). Mereka berdua berburu gambar dari rumah ke rumah. Masa hunting ini memakan waktu 2 - 3 bulan.
Bersama suami, hampir tiap hari Imelda keliling real estate. Hanya berdasarkan intuisi, ia biasanya akan menunjuk rumah yang kira-kira pantas dipotret. Kalau tidak cocok dengan apa yang dicari, ya berburu lagi. Namun, untuk bisa memotret diperlukan izin si empunya rumah. Masalah muncul di tahap ini, karena biasanya ia tidak kenal si penghuni rumah.
Sampai akhirnya, muncul ide bagus. "Saya kirimi surat saja rumah itu. Isinya minta izin agar rumahnya boleh dipotret," ungkapnya sambil tersenyum. Ada yang berhasil, penghuninya bersedia rumahnya dipotret. Bahkan menerimanya dengan tangan terbuka. Namun, ada juga penghuni yang menolak dengan berbagai alasan.
Biasanya, yang menolak itu pemilik rumah mewah. Mereka tidak mau dipublikasikan dan merasa terganggu privasinya. "Apalagi saat itu sedang ramai-ramainya kiprah BPPN, mereka jadi takut," terangnya. Toh kendala-kendala itu tidak membuat Imelda gentar. Ia terus berburu gambar, sehingga akhirnya cukup untuk sebuah buku, yang memerlukan minimal 50 gambar.
Imelda mengaku, kandungan tulisan yang ada di dalam buku-bukunya hanya sekitar 30%. Ia mencoba memakai bahasa yang mudah dipahami dan tidak terlalu teknis. Yang 70% berupa visualisasi gambar, style, serta tata letak ruangan yang sedang dibahas. "Model penulisan seperti itu saya gunakan supaya masyarakat yang awam arsitektur dengan mudah mengerti konsep yang ditawarkan."
"Mereka juga bisa melihat visualnya secara langsung," tambah Imelda. Kini, perempuan ulet itu sudah menghasilkan 12 judul buku yang temanya berkenaan dengan seri menata rumah mungil. Dari ruang tidur, taman, hingga dapur. "Menurut penerbitnya, hampir semua laris," ujarnya malu-malu, sekaligus bangga tentunya.
Seakan belum puas, Imelda masih ingin membuat buku yang bisa dipakai oleh segala lapisan. "Dengan menulis buku, saya ingin menjembatani arsitek dan masyarakat. Sering kali konsep yang dipikirkan arsitek sulit diterjemahkan, baik secara lisan atau tulisan. Masyarakat jadi sulit menangkapnya," tuturnya mantap.
Sejauh ini, kata Imelda, buku-buku yang dia buat ditujukan bagi kalangan umum, yakni masyarakat kalangan menengah. Suatu saat nanti, ia ingin menggarap buku arsitektur yang bisa dijadikan acuan para profesional di bidang arsitektur. Tak hanya mengangkat buku yang mengandung kiat praktis, seperti yang ia geluti saat ini.
Dalam waktu dekat Imelda akan menerbitkan karyanya ke-13, Indonesian Architecture Now, yang akan diterbitkan di dalam dan luar negeri untuk konsumsi profesional. "Walaupun belakangan mulai menulis arsitektur secara teknis profesional, apa yang saya geluti kini tetap saya pertahankan. Ini 'kan yang menghidupi semuanya," ungkap penulis yang telah meluangkan waktu khusus untuk menulis selama sembilan tahun.
Secara tersirat, Imelda membuktikan, bakat saja - tanpa kemauan - tak akan berarti apa-apa. Jika hanya memandangi karyanya, tak akan terbayang perjuangannya mencari bahan tulisan yang ternyata lumayan ribet. Di rumahnya, di daerah Rempoa, Tangerang, Imelda terus menulis dan menulis. Jam kerjanya tak beda dengan orang kantoran, dari pagi sampai petang.

Maju meski ditentang
Jika Imelda menyebut peran bakat, Andrei Aksana, novelis muda yang bukunya tak kalah laris, lebih gamblang menyimpulkan. "Buat saya, bakat hanya 1%. Sisanya keringat dan kerja keras," ujar lelaki kelahiran Jakarta, 19 Januari 1977 ini. Andrei juga dikenal sebagai penggagas novel-soundtrack-videoclip (setiap bukunya menyelipkan CD lagu ciptaannya sendiri dan dinyanyikannya sendiri).
Sebagai novelis, Andrei piawai mengaduk-aduk emosi pembacanya. Buku Abadilah Cinta terbitan Gramedia Pustaka Utama, langsung dicetak ulang dalam lima hari saja. Abadilah Cinta menjadi bukti kemampuan Andrei, yang sejak SD sudah gemar menulis, membuat puisi, dan menulis cerpen. Karya-karyanya sempat dimuat di sejumlah majalah.
Ironisnya, bukan bangga membaca karya anaknya masuk media cetak, orangtua Andrei malah marah-marah. "Ibu tidak mau saya menjalani kehidupan seniman yang eksentrik. Lebih banyak hidup di dunia imajinasi, tidak realistis," katanya menyitir pendapat ibunya, Nina Pane yang juga novelis. Selain itu, "Keluarga kami sudah turun-temurun menjadi penulis," sambungnya.
Kakek Andrei, Sanoesi Pane dan Armijn Pane, bisa disebut dua di antara sekian banyak ikon dalam kesusastreraan Indonesia. Sedangkan buyutnya, Sultan Pangurabaan Pane, adalah penulis roman Tapanuli. Singkat kata, "Ibu lebih suka saya menjadi sarjana dan kerja kantoran," tuturnya menerawang.
Namun makin ditentang, Andrei kian bandel. Ia tetap menulis secara sembunyi-sembunyi. Saat duduk di bangku SMP hingga SMU, kegiatan menulis ia lakukan bergerilya di malam hari sebelum tidur dengan hanya diterangi lampu kecil, karena lampu kamar harus dimatikan. Kalau ketahuan lampu kamar masih terang menyala, ibunya akan curiga.
Tidak jarang sang "gerilyawan" ketahuan. Nina Pane pun menggeledah laci meja belajar Andrei. Kemudian menyobek-nyobek tulisan Andrei dan membuangnya ke tempat sampah. Namun, si anak bandel itu tidak kapok. Semasa SMU, karyanya bahkan ada yang lolos dan muncul di Majalah Mode dan Gadis.
Mengapa idenya tetap lancar mengalir, meski harus dengan bergerilya?
"Saya sih tidak ada kesulitan menulis, karena memang hobi," tandasnya. Saat kuliah di Fakultas Desain Grafis, Universitas Udayana, Bali, Andrei menerbitkan buku pertamanya berjudul Mengukir Mimpi Terlalu Pagi setebal 400 halaman. Khawatir aktivitas menulis bakal mengganggu kuliah anaknya, ibunya lagi-lagi protes. Ibunya bahkan sampai mengancam segala.
"Ibuku bilang, seniman tidak punya masa depan, tidak punya gaji tetap. Mau kamu hidup miskin?" ujar Andrei menirukan ucapan ibunya. Ajaibnya, ancaman itu ternyata ampuh, karena Andrei tak berani hidup miskin. Anak muda ini pun memutuskan meneruskan kuliah, dan berjanji untuk merampungkan kuliahnya hingga menjadi sarjana.

Tetap ada riset
Menulis novel, buat Andrei, tak selalu berawal dari imajinasi. Ia juga melakukan riset kecil-kecilan. Dalam
Abadilah Cinta misalnya, ia melakukan riset ke penjara. Di sana Andrei memperhatikan sepasang suami-istri, melihat bagaimana cinta diuji, serta bagaimana si istri tetap setia menunggu sang suami keluar dari penjara. Sampai akhirnya, melupakan masa lalu suaminya yang kelam.
Dari situ, Andrei mengembangkan imajinasinya. Ia membuat tokoh yang masuk penjara karena merampok demi membiayai persalinan istrinya. Andrei lalu mencoba berfalsafah, apakah perbuatan seperti itu bisa disebut sebagai tindak kejahatan? Bukankah si suami melakukannya atas nama cinta? Lalu, jika istrinya tahu kalau suaminya dipenjara demi dia dan bayi mereka, apakah istrinya akan tetap setia?
Sampai sekarang, sudah enam novel Andrei yang diterbitkan, seperti Mengukir Mimpi Terlalu Pagi, Abadilah Cinta, Cinta Penuh Air Mata, Sebagai Pengganti Dirimu, Lelaki Terindah, Cinta 24 Jam, dan Karena Aku Mencintaimu yang akan segera terbit. Andrei kini memang bisa bebas menulis, karena ia telah menjadi sarjana dan bekerja sebagai direktur pemasaran sebuah perusahaan swasta.
Meski begitu, ia tetap meminta izin ibunya untuk terjun di bidang tulis-menulis ini. "Saya sudah memenuhi kewajiban saya sebagai anak untuk membahagiakan dan memenuhi harapan ibu. Sekarang saatnya saya mencari kebahagiaan saya sendiri dengan berkiprah di dunia seni," pinta lelaki yang juga piawai bernyanyi dan bermain musik ini.
Untuk urusan tarik suara, tadinya Andrei ingin meluncurkan album sendiri. Namun, karena penyanyi pria sudah banyak, perlu dibuat sesuatu yang berbeda. Ia, misalnya, membuat image baru, penulis yang bisa bernyanyi atau penyanyi yang bisa menulis. Maka terbitlah novel ber-soundtrack. Sambil membaca novel, pembaca mendengarkan musik.
Omong-omomg, ada pesan buat mereka yang hendak mulai menulis? "Menulislah dengan hati, sampaikan apa yang kita rasakan, sehingga pembaca juga bisa menyelami. Kemudian ada rasa tanggung jawab begitu selesai menulis halaman terakhir, misalnya memikirkan bagaimana agar karya itu bisa laku. Itu sebabnya saya terlibat langsung dalam perencanaan desain cover, lay out, sampai promosi," cetus Andrei.

Boks 1
Jurus "Mengambil Hati" Penerbit

Tips Andrei Aksana
1. Datanglah ke penerbit dengan konsep yang jelas.
2. Tentukan ke mana arah tulisan yang hendak atau sedang dibuat. Sastra? Pop? Thriller? Atau yang lain?
3. Sampaikan rencana setahun ke depan, berapa buku kira-kira yang akan dirampungkan?
4. Image/i> seperti apa yang hendak dibangun?
5. Kalau bisa, ikut terlibat dalam memikirkan program promosi.

Tips Imelda Akmal
1. Pilih tema tulisan berdasarkan apa yang dibutuhkan orang.
2. Berikan referensi tentang buku yang telah, sedang, atau akan dibuat, agar dapat dijadikan acuan penerbit.
3. Buatlah proposal yang jelas.
4. Punya keyakinan kuat, sehingga dapat meyakinkan penerbit bahwa buku yang akan kita tulis benar-benar dibutuhkan orang.


Mozart, nih!


Salah Kaprah Efek Mozart
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Musik tak hanya menenteramkan jiwa, tapi juga menyembuhkan. Inilah alasan mengapa Apollo, dalam mitos Yunani Kuno, merupakan dewa musik sekaligus pengobatan. Musik pun memberi energi bagi hidup kita.
=====
Tentu Anda pernah merasakan situasi seperti ini: hati sedih, entah karena kehilangan orang terkasih atau gagal dalam sebuah ujian. Lalu, sambil merebahkan tubuh di sofa ruang tamu, Anda pun menyetel musik lembut. Sayup suara alunan musik memenuhi ruangan. Beberapa menit kemudian, berangsur-angsur perasaan dan mood kita menjadi lebih baik. Hati pun menjadi tenang dan bisa ceria lagi.
Begitulah, tanpa Anda sadari musik memiliki efek positif dalam menata perasaan dan mood. Kajian tentang musik tak sekadar bunyi-bunyian tertata sudah dilakukan sejak lama. Salah satu kajian itu ialah musik sebagai penyembuh dan peningkat kecerdasan.
Masak iya musik bisa membuat kita sehat dan cerdas? Pertanyaan yang wajar, sebab benak kita sudah terprogram kalau sakit ya ditangkal dengan obat dan kalau mau cerdas ya belajar.

Sembuh karena rileks
Memang, "musik membuat kita sehat" bukan dalam arti jika kita sakit, lalu diperdengarkan musik, terus sembuh. Merujuk pada penelitian yang dilakukan Dr. Joanne Loewy di Beth Israel Medical Center, NY, AS, sejak 1997 hingga sekarang, musik ternyata mampu membantu pasien untuk mengelola rasa sakitnya. Maksudnya, rasa sakit yang diderita bisa direkayasa oleh si musik menjadi hilang. Kadar sakitnya diturunkan menggunakan alunan musik.
Menurut Loewy, saraf untuk mendengarkan musik dan saraf perasa sakit itu sama, karena sama-sama menghubungkan saraf di otak dan di sumsum tulang belakang. Jika pasien menjalani pembedahan dan saat itu juga pasien diajak untuk mendengarkan musik, saraf perasa sakit ini menjadi “sibuk” antara merasakan sakit dan mendengarkan lagu. Akibatnya, pasien tidak merasa sakit ketika pembedahan berlangsung.
Loewy memberi contoh pasien penderita sickle-cell anemia. Rasa sakitnya yang amat sangat dapat dikurangi setelah kepada pasien itu diperdengarkan bunyi genderang. Rasa sakit berangsur sirna secara singkat. Terapi seperti inilah yang sering disebut terapi musik.
Bagi pasien yang penyakitnya sudah parah atau bahkan sedang menunggu sakratul maut, terapi musik dan bimbingan khusus dapat membuat pasien mengerti, dan akhirnya mau menerima apa yang ia alami. Si pasien pun lalu merasa lebih siap untuk mati, lebih tenang, dan penyakitnya tidak terasakan. Ia pasrah, dan kondisi ini terkadang malah membuat pasien menjadi lebih lama bertahan hidup.
Musik sebagai penyembuh masih terus digali kesahihannya. “Terapi musik masih terus dikembangkan untuk pasien kanker, alzheimer, depresi, dan berbagai penyakit lainnya,” ujar Loewy. Musiknya sendiri memang tidak secara langsung menyembuhkan penyakit. Bahkan, sebenarnya hasil akhir yang dicapai bukan kesembuhan, tapi relaksasi, yang dicapai melewati entrainment dan music vibration table (MVT).
Entrainment itu sebuah teknik yang digunakan untuk mengubah persepsi atau tanggapan akan rasa sakit dengan stimulasi musik yang cocok. Misalnya, rasa ngilu “diobati” atau reda dengan suara denting lonceng. Sedangkan MVT adalah penggunaan vibrasi musik terstruktur yang berefek pada persepsi pasien akan rasa sakit, baik secara fisik maupun psikologis. Kekerapan dalam memberikan vibrasi musik pada pasien ini secara langsung dapat berhubungan dengan rasa sakitnya.
Dengan kondisi pasien yang rileks, rasa sakit bisa hilang dan kondisi tubuhnya menjadi semakin membaik. Efek domino pun terjadi. Kondisi pasien yang semakin membaik akan memperbaiki metabolisme tubuhnya. Antibodi sebagai tameng alami dari segala penyakit pun terbentuk dalam tubuh pasien, yang selanjutnya berperan aktif dalam proses penyembuhan berikutnya. Itulah jalan panjang musik dalam menyembuhkan suatu penyakit.
Karena tiap individu unik, maka menurut Loewy, terapi musik pun sangat individualistik. Artinya, pilihan musik masing-masing orang bisa berbeda-beda. Bisa saja Badu merasa rileks setelah mendengar musik klasik, sementara Bejo lebih suka jaz.

Dengung kesembuhan
Keampuhan musik sebagai penyembuh juga terendus oleh Hartadi Eko Pradigdo (22). Alumnus Ilmu Komputer UGM yang juga penggemar metafisika sejak SMP ini membuat sebuah peranti lunak MindSound yang salah satunya bisa mengobati migren. Cuma ada syarat tambahan. “Saat mendengarkan peranti lunak ini, visualisasikan bola cahaya terang mengitari atas kepala, kemudian masuk ke dalam kepala bola itu. Bayangkanlah terang bola lampu itu sangat menenangkan. Anda tersenyum dan merasakan kepala Anda semakin ringan dan rileks. Lalu sugestikan dalam diri Anda, 'Kepalaku semakin ringan dan nyaman. Aku semakin rileks dan segar', secara berulang-ulang. Ini dilakukan cukup 15 menit,” paparnya.
Hasilnya? Migren pun sirna.
Hartadi menjelaskan, MindSound menggunakan teknik Binaural Beats. Ini teknik untuk menghasilkan gelombang yang frekuensinya di bawah ambang batas dengar manusia, yakni 0,5 - 20 Hz. Secara langsung gelombang berfrekuensi rendah ini tidak dapat ditangkap telinga. Meskipun begitu, efeknya tetap terasa. Soalnya, ambang batas pendengaran manusia antara 20 - 20.000 Hz.
Teknik ini memanfaatkan hukum fisika. Ada dua gelombang yang berbeda frekuensi, namun memiliki amplitudo sama. Jika bertemu, dua gelombang ini akan menghasilkan selisih. Selisih dari dua gelombang inilah yang akan ditangkap oleh otak. Gelombang selisih itu akan menginduksi dan menginterferensi gelombang otak manusia. Efeknya akan membuat rileks.
Namun, jangan terlalu keras mendengarkan suara frekuensi ini, sebab malah bikin tidak nyaman. Selain itu, ada aturan durasi waktu penggunaan dan kebutuhannya. Untuk menggunakan peranti lunak ini pun diperlukan komputer multimedia dan headphone stereo.
Jangan kaget sewaktu mendengarkan suara dari peranti lunak ini. Tidak akan terdengar lagu merdu atau musik mendayu-dayu. Yang keluar hanyalah dengungan. Akan lebih baik kalau didengarkan lewat headphone stereo. Hasilnya akan lebih terasa. Sensasinya seperti ada yang melintas di antara isi kepala kita.
Ide tentang peranti lunak MindSound ini bermula tahun 2003. Hartadi yang sudah lulus dari SMAN 1 Denpasar, Bali, itu mengganggur karena tidak diterima di UGM. Putra dari pasangan Bambang Wahyono dan Darmawati Retno Utari ini lalu iseng-iseng membikin program komputer, hobi yang ditekuninya sejak SMP. Saat itulah ide untuk menggabungkan metafisika dan ilmu komputer muncul.
Lantas Hartadi mendalaminya lewat buku dan internet. Dari situs internet ia menggali lebih dalam tentang efek suara dan gelombang otak manusia. Ternyata gelombang otak manusia itu sangat peka terhadap getaran suara. Dari situs internet pula ia menemukan sebuah produk bernama Holosync yang memanfaatkan suara untuk mempengaruhi gelombang otak. Sayang sekali, harganya mahal padahal bermanfaat bagi kualitas hidup manusia. Akhirnya, utak-atik Hartadi berbuah MindSound yang tergolong murah tapi tak kalah kualitasnya dengan Holosync.
Salah seorang yang merasakan manfaat MidnSound adalah Reynaldo Parulian. "Waktu itu saya punya keluhan sulit tidur. Terkadang malah tidak bisa tidur sampai pagi lagi," keluh lelaki yang saat itu berstatus mahasiswa. Setelah ditawari oleh Hartadi dan mencoba MindSound, keluhannya berangsur hilang. Ia kemudian bisa tidur nyenyak dan segar esok paginya.
"Saat pertama mendengar, memang aneh. Cuma dengungan. Setelah 2 - 3 kali pakai langsung terasa perbedaannya. Sampai sekarang saya masih suka pakai software ini, sebelum tidur. Saya setel timer-nya 30 menit di komputer supaya pas saya terlelap, komputer otomatis mati sendiri," tambah Reynaldo yang juga menggunakan MindSound untuk meningkatkan konsentrasi belajar.

Cuma merangsang otak
Selain untuk penyembuhan, diyakini efek lain dari terapi musik adalah mencerdaskan. Dengan mendengarkan musik klasik karya Mozart bisa membuat anak menjadi cerdas. Benarkah begitu?
Simpan dulu jawabannya dan mari kembali ke masa 1993, ketika Gordon Shaw, seorang pencetus konser cello, dan Frances Rauscher, ahli pengembangan kognitif, untuk pertama kali mencetuskan efek Mozart. Mereka melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh musik klasik karya Wolfgang Amadeus Mozart itu dengan kecerdasan. Penelitian dilakukan di Universitas California.
Hasilnya, terdapat kesalahkaprahan! Sebenarnya, musik Mozart tidak membuat cerdas. Menurut Shaw dan Rauscher, terdapat pola pada saraf yang berinteraksi secara berurutan, dan ini muncul karena sebelumnya pada suatu bagian dalam otak merespons frekuensi tertentu. Hal ini tidak berarti bahwa dengan mendengarkan Mozart otomatis akan meningkatkan kecerdasan pada anak.
Memang, faktanya, dengan menstimulasi area pada otak yang berhubungan dengan kemampuan otak dalam imajinasi ruang, dan melakukan latihan rutin untuk kemampuan imajinasi ruang ini akan meningkatkan kecerdasan seseorang di bidang matematika, teknik mesin, catur, dan iptek. Singkatnya, musik Mozart merangsang kemampuan otak dalam imajinasi ruang. Cerdas di sini berhubungan dengan imajinasi ruang tadi.
Hal senada diungkapkan Dra. Iesye Widodo, S.Psi., terapis terapi musik untuk ibu hamil dan balita di Klinik Pela, Jakarta. "Tidak cukup hanya mendengarkan musik karya Mozart selama berjam-jam lantas anak jadi pintar. Bisa-bisa malah bosan. Tidak terasa efeknya. Terapi musik tak bisa dilakukan secara instan," tandasnya.
Iesye menjelaskan, efek Mozart terletak pada ketukan lagu yang seirama dengan irama detak jantung. Bagi pemula yang awam akan musik Mozart, untuk pertama kali jangan dipikir berat mendengarkan musik klasik ini.
“Nikmati saja,” ajaknya.
Dalam prosesnya, pasien tidak langsung diberi terapi mozart, tetapi diberi penjelasan lebih dulu tentang dasar-dasar perkembangan otak. Terapi musik akan efektif bila dilakukan sejak janin berusia 4 - 5 bulan (saat pertumbuhan otak sedang berlangsung). Kemudian dilanjutkan sampai anak berusia tiga tahun. “Selama saya menjalankan terapi ini, pasien saya ketika anaknya dites kecerdasannya bisa mencapai nilai tes IQ di atas 140,” akunya.
Setelah diberi pengenalan, baru dilakukan pengkondisian. Di sini si ibu hamil dikondisikan untuk rileks dengan melakukan relaksasi progresif dan relaksasi mental. Relaksasi progresif untuk melemaskan otot-otot dan mengatur napas si ibu. Sedangkan untuk relaksasi mental, si ibu hamil dibawa untuk berimajinasi dan mulai menghilangkan stresnya.
Tahap selanjutnya, stimulasi janin. Masih dalam kondisi rileks, bayi dalam kandungan dan ibunya diperdengarkan lagu klasik selama kurang lebih 30 menit. Tujuannya untuk merangsang otak kanan bayi. Dilanjutkan kemudian para ibu hamil bernyanyi bersama untuk merangsang otak kiri bayi. Reaksi bayi dari stimulasi akan dirasakan ibu lewat gerakan atau tendangan si calon bayi sebagai bahasa komunikasinya.
Yang terpenting, stimulasi ini dilakukan terus-menerus, tak hanya dilakukan saat latihan. Saat di rumah, ibu-ibu hamil disarankan pula terus melakukan stimulasi ini setiap hari. Selain itu Iesye juga menggunakan musik Mozart untuk menetralkan emosi ibu hamil. Dari pengalaman diketahui, emosi pada ibu hamil biasanya tidak bisa diprediksi karena perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Hal ini normal, tetapi dengan terapi musik setidaknya bisa meringankan gejala yang timbul dari ketidakseimbangan ini.

Nge-charge sambil santai
Tak sekadar sebagai penyembuh dan pendongkrak kecerdasan, musik pun dapat berfungsi layaknya charger ponsel. Kala tubuh sudah low bat, jangan langsung ambil minuman suplemen yang bertaburan di warung. Cukup ambil kaset atau CD dan putarlah lagu di dalamnya. Namun, tentu bukan sembarang lagu. Untuk keperluan ini kita harus mengontak Erbe Sentanu.
Produk yang diberi nama Digital Prayer Technologies ini menggunakan teknik binaural beats juga. Bedanya, sudah dalam bentuk kaset atau CD, serta tidak hanya berupa bunyi dengung. “Kalau terlalu ketahuan, suaranya jadi aneh. Bunyinya bisa hanya uwek ... uwek ... uwek .... Tetapi gelombang itu pasti diterima otak,” ungkapnya. Ada lagu ringan dan suara-suara yang membikin rileks. “Tinggal masukkan kaset atau CD di tape atau CD player dan langsung rasakan khasiatnya,” ujar Erbe.
Erbe menggunakan audio teknologi yang sudah diteliti selama 40 tahun oleh Monroe Institute, AS. Hasilnya sudah tak diragukan lagi. Di sini ia tinggal menjual kaset, CD, dan pendampingannya saja. “Ada yang tidak perlu pendampingan cukup beli kasetnya, tekan tombol play, langsung nikmati saja perubahannya,” jelasnya.
Menurut Erbe, musik pembangkit energi ini tak selalu suara, jadi tak harus lagu. Bisa hanya bunyi noises atau kemeresek, desis, dan gemericik air. Otak manusia lebih mudah menerima ini. Berbeda dengan lagu yang malah bisa memancing ingatan kita pada hal tertentu sehingga jadi kacau. Tidak bisa rileks.
Pada dasarnya, kehidupan kita terlalu sering berada dalam kondisi gelombang beta, yakni pikiran dan akal yang kerap berjalan. Hidup jadi tidak sederhana. Contohnya saja, makan mesti makanan Eropa, tidur kurang karena gila kerja, dan ditambah gaya hidup yang kurang baik. Otomatis jadi tidak sehat secara batin dan jasmani.
Menurut Erbe, idealnya kita merasakan empat kondisi: alfa, beta, teta, dan delta. Keadaan ini disebut homeostatis, suatu kondisi ideal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Ideal secara alamiah manusia. Misalnya, dalam kondisi alfa orang bisa makan teratur, istirahat teratur, segar, dan sehat.
Orang kota sekarang kekurangan gelombang alfa dan teta. Gelombang teta ada pada kondisi tubuh menjelang bangun tidur. Kondisi alfa kerap tidak terjadi karena tidur dipercepat dengan obat tidur. Masih ditambah lagi dengan keadaan dikejar untuk segera bangun subuh hari untuk aktivitas selanjutnya. Padahal gelombang teta berada di fase ini. Jika terus-menerus, alamiah tubuh ini kekurangan gelombang yang dibutuhkannya.
“Karena butuh praktis, cepat, dan efesien tinggal pencet tombol play dan rasakan. Teknologi audio ini ada,” jelasnya. Satu catatan, jangan mendengarkan musik ini saat menyetir, karena bisa bikin mengantuk.

Boks 1
MAU BELAJAR? DENGARKAN VIVALDI!

- Dengarkan lagu Mozart di segala kesempatan, tapi hanya bila Anda menikmatinya.
- Jangan memaksakan anak untuk mendengarkan lagu Mozart dengan tujuan meningkatkan kecerdasannya. Namun, ajak anak untuk menikmati bermacam jenis musik juga.
- Jika Anda ingin mengembangkan kecerdasan otak anak Anda secara spatial-temporal, cobalah menyuruhnya les musik.
- Musik barok Bach, Handel, dan Vivaldi dapat menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar dan bekerja.
- Musik klasik Haydn dan Mozart mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan, dan persepsi spasial.
- Musik romantik Schubert, Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky dapat digunakan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan simpati.

Boks 2
ADDIE MS, "SEMUA MUSIK MEMBERI EFEK"

Menurut Addie MS, konduktor dan musisi klasik Indonesia yang terkenal dengan Twilight Orchestra-nya, musik klasik secara ilmiah terbukti memiliki khasiat. Ketika mempelajari musik klasik - terutama saat memainkannya - kita dilatih untuk rapi, disiplin, tertib, harmonis, tegas, dan kompak. Hal ini tak hanya berlaku dalam memainkan lagu, pelajaran ini berlaku juga untuk banyak bidang kehidupan.
“Sebenarnya, semua musik memberikan efek,” lanjut Addie. Soalnya, suasana keheningan saja bisa memberikan efek. Apalagi musik yang ada nadanya. Suatu alunan musik sudah dapat dipastikan kalau tidak merangsang otak pasti menenangkan.
Contohnya, pada musik klasik ada yang sifatnya “membakar” sel otak menjadi lebih aktif. Seperti karya Mozart, Vivaldi, dan Bach yang bertempo cepat. Ada juga musik klasik yang bisa untuk relaksasi. Temponya lebih lambat. Musik lain pun ada yang bisa digunakan untuk menenangkan seperti jenis musik New Age. Musik yang menenangkan ini biasanya sering diputar di spa atau pusat kebugaran.
Kalau mau melihat secara gamblang betapa hebatnya dampak musik, cobalah lihat orang yang baru pulang dari menonton konser musik. Gerak dan tingkah laku penonton suatu musik akan mencerminkan musik apa yang barusan dinikmati. “Kalau pulang dari menonton konser klasik, biasanya orang akan diskusi, berpikir ngomongin sejarah, komponis, dan sebagainya. Musik jaz orangnya akan becandaan,” paparnya.
Uniknya, suami dari artis Memes ini justru malah tidak menikmati efek dari musik. “Umumnya, orang nonmusik (awam - Red.) membeli musik untuk dicari efeknya. (Entah) untuk stimulasi, teman saat kerja atau makan. Untuk saya, sering musik malah tidak ada efek. Bila saya penat, saya memilih tidak mendengarkan musik. Misalnya, setelah enam jam latihan untuk konser, bagi saya musik apa pun tidak menjadi indah."
La iyalah, kata orang iklan, masak jeruk minum jeruk? "Saya biasanya langsung mandi dan merokok cerutu. Mengosongkan pikiran tanpa musik,” ungkapnya.


Kepala dan kelapa


Murdjanto Rochadi: Kejatuhan Kelapa Menjadikannya Penyembuh
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Dia rohaniwan. Namun, di kalangan orang-orang yang mendambakan kesembuhan dari penyakit, dia dikenal sebagai penyembuh. Bermacam penyakit dia lenyapkan lewat kekuatan doa dan iman. Dialah Romo Th. Aq. Murdjanto Rochadi Widagdo Pr. atau biasa disapa Romo Rochadi.
=====
Romo Rochadi menyebut cara penyembuhannya dengan istilah penyembuhan dengan energi Ilahi. Hanya orang tertentu yang bisa merasakan dan melakukan hal ini. Menurut dia, pada waktu kita berdoa, semuanya bisa terjadi. Kalau sumber energi Ilahi (Tuhan) datang, segalanya bisa sembuh, termasuk penyakit.
Dalam penyembuhan penyakit kanker misalnya, "Prosesnya hanya dengan memegang kankernya, berdoa memohon pada Tuhan bersama pasien. Lantas kanker hilang dalam sekejap. Pasien yang menderita kebutaan karena glaukoma saya pegang matanya dan kemudian sembuh. Sebagai pelaku, miracle ini saya hanya lewat saja. Saya hanya wadah. Semua ini adalah karya Tuhan yang bekerja lewat iman dan kepercayaan," kata Rochadi.
Ia sendiri pun merasa heran, pasien yang ingin disembuhkan datang kepadanya secara berbarengan dan waktunya seragam. Dalam satu hari datang pasien pengidap HIV semua. Besoknya, pasien kanker semua. "Padahal, saya tidak menjadwal dan saya tidak punya sekretaris khusus untuk mengaturnya. Itu semua terjadi karena seperti ada yang mempertemukan. Semua itu karya Ilahi," ungkap Rochadi.
Dalam hal ini, Rochadi hanya just do it. Dengan penuh keyakinan, ia berkata pada orang itu bahwa ia akan sembuh. Lantas terjadilah. "Ini adalah karya Tuhan untuk mengingatkan manusia supaya jangan sombong. Meskipun begitu pintar, ia tetap manusia. Masih ada yang lebih tinggi, yaitu yang Ilahi,” tegas Rochadi.
Sejak kapan bisa menyembuhkan dan bagaimana bisa melakukannya, Rochadi sendiri tidak bisa memastikannya. Lalu ia mencoba merefleksikannya lewat sejarah hidupnya. Suatu kali di tahun 1966 ia sakit parah. Kepalanya kejatuhan kelapa ketika sedang bermain. Waktu itu umurnya masih tujuh tahun, kelas 1 SD. Ia jatuh pingsan, kemudian lumpuh dan wajahnya menjadi hitam karena darah yang membeku. Semua orang yang datang menjenguknya menangis dan berpikir anak ini kelak akan jadi apa.
Rumah sakit memang ada. Namun, karena tinggal di desa, hanya ada rumah sakit sederhana dan obat seadanya. Namun, ia yakin akan sembuh berkat doa orang-orang yang mencintainya. Kurang lebih satu tahun setelah kejadian, ia sembuh dan bisa berjalan lagi. Itu semua terekam dalam ingatannya. Ia merasa, kuasa Ilahi telah menyembuhkannya. "Itu semua rencana Tuhan dari awal. Tanpa sengaja saya bertemu orang lain yang mengalami sakit parah seperti saya. Kita berdoa bersama, mohon kesembuhan, sekejap saja sakitnya sembuh."
Kini setiap hari Rochadi bertemu dengan orang sakit. Kadang sampai 6 - 8 jam seharinya. Jumlah pasien mulai dari 10 - 50 orang, tapi tak jarang sampai ratusan. Ia sendiri heran akan daya tahan fisiknya.
"Tuhan bekerja melalui sejarah manusia. Setiap orang punya sejarah dan di sana ada campur tangan-Nya. Pengalaman Ilahi berupa pengalaman lemah insani, semisal sakit atau penderitaan lainnya, ini bisa menjadi kekuatan spiritual. Tak aneh kalau ada banyak penyembuh yang awalnya disembuhkan oleh Tuhan," jelas Rochadi.

Buang yang negatif
Untuk bisa memahami penyembuhan dengan energi Ilahi, kita perlu mengingat kembali bahwa manusia tersusun atas badan (body), jiwa (mind), dan roh (spirit). Dalam diri manusia, ketiganya tidak dapat saling dipisahkan karena merupakan satu kesatuan. Buktinya? Romo Rochadi, memberi contoh sederhana dalam keseharian. Gejala sakit kepala atau pusing bisa muncul pada orang yang terkena masuk angin, sedang banyak utang, atau terkena santet. Jadi, sakit kepala atau pusing itu bisa bermacam-macam penyebabnya, namun sulit dibedakan. Jika diagnosisnya salah, terapi penyembuhannya pun bisa tidak pas.
Banyak penyakit yang muncul dewasa ini, menurut pengalaman Rochadi, lebih karena masalah kejiwaan: ketidaktenteraman hati atau jiwa. "Saya menemui banyak orang yang mengalami trauma ketakutan. Lama-lama trauma (kejiwaan) itu menjadi penyakit fisik. Pada orang yang takut atau ketakutan, ginjalnya bekerja keras. Rasa takut yang sangat bisa membuat orang tersebut terkencing-kencing, berkeringat dingin di tangan dan telapak kaki. Akumulasinya, orang itu bisa menderita sakit ginjal," ucap Rochadi.
Rasa khawatir juga begitu. Orang yang jiwanya selalu diliputi rasa cemas, khawatir, lambungnya akan sakit. Ujung-ujungnya, ia bisa terserang sakit maag. Kesedihan yang berlarut-larut menimbulkan sakit pada paru-paru. Perasaan marah atau jengkel berhubungan langsung dengan jantung. Rasa benci dan dendam bisa membuat orang terkena sakit hati atau liver, karena hatinya memang sakit. Jadi, intinya, "Kalau kita mau sehat dan berumur panjang, ya harus memiliki jiwa yang damai. Kedamaian jiwa menjadi (jaminan) kesehatan," ucap Rochadi.
Seperti kita tahu, manusia memiliki sifat-sifat tertentu. Misalnya, pemarah, pendendam, atau penyabar. Kadar atau kualitas jiwa pada masing-masing orang berbeda-beda. Kualitas jiwa ini berhubungan dengan ingatannya. Jika ingatan seseorang lebih banyak tertuju pada hal-hal positif, niscaya kualitas jiwanya pun positif.
Memori atau rekaman masa lalu seseorang terbentuk dalam menanggapi sesuatu di luar dirinya dan itu berpengaruh pada jiwanya. "Kalau sejak kecil kita selalu ditakut-takuti sehingga takut pada cicak, sampai saat ini pun mungkin kita tetap takut (fobia) pada cicak, meski binatang itu tidak membahayakan. Keadaan ini yang sering disebut trauma, dan trauma tidak lepas dari ingatan," kata Rochadi. Celakanya, menurut dia, ingatan yang jelek ini tidak bisa atau sulit dihapuskan.
Meskipun demikian, kualitas jiwa seseorang masih bisa diupayakan untuk ditingkatkan, misalnya dengan cara pasrah kepada Tuhan atau menghadapinya secara sadar. "(Dengan cara itu) nantinya, seseorang akan mengalami pengalaman baru, dari yang tadinya serba menakutkan menjadi tidak menakutkan lagi," katanya.
Ia menegaskan, sebagai orang beriman, hadapilah hidup ini dengan iman. Setidaknya, kita perlu menyadari bahwa banyak masalah kejiwaan terjadi dalam ingatan seseorang. "Karena itu yang terpenting, bagaimana kita mengelola ingatan. Ingatlah pada hal-hal yang baik saja untuk mengembangkan kualitas jiwa kita."
Manajemen ingatan itu penting untuk menghindari jangan sampai memori kita menguasai hidup kita. Apalagi ingatan buruk seperti putus asa, sedih, rasa kehilangan, dan sebagainya. Sebab, ingatan itu akan membuat diri kita tidak berdaya.
Situasi kekerasan, ingatan akan bencana alam, sampai tontonan hantu di televisi, menurut Rochadi, mendominasi (80%) sumber penyebab orang menderita sakit jiwa. "Banyak orang yang menyimpan hantu di hatinya karena mereka sering menonton (tayangan berbau) hantu. Saya prihatin, sepertinya yang membuat acara ini tidak sadar kalau mereka telah menanamkan rasa takut pada banyak orang. Memang, cerita soal hantu sudah ada sejak zaman dulu. Namun karena sering ditonton, ketakutan pada hantu jadi tertanam. Kalau ingatan kita lebih banyak pada hal-hal yang jelek, hidup kita ini pun menjadi jelek."
Cara lain untuk membersihkan hal-hal yang buruk dari ingatan kita misalnya dengan melakukan meditasi. Prinsipnya sederhana. Tidak perlu bermeditasi selama berjam-jam dan pergi ke tempat yang jauh. "Meditasi itu duduk diam menghadapi diri sendiri. Waktu kita diam, kita jadi tahu, ternyata dalam diri kita banyak sekali ingatan tentang hal-hal yang tidak baik. Duduk diam dalam suasana diam akan membuat kita menjadi baik,” jelas Rochadi.
Apa yang kemudian mesti dilakukan untuk menanggapi segala sesuatu yang terjadi di luar diri kita, agar hati dan perasaan menjadi damai bukan dengan cara ndablek atau tidak ambil pusing sehingga kita merasa aman dan tenteram? Jawabannya, membuka diri. Menurut Rochadi, sikap tidak ambil pusing sama saja dengan menutup diri, tidak peduli pada lingkungan. Ibarat orang yang kedinginan lantas menutupinya dengan selimut, sikap ini sebenarnya sekadar usaha melindungi diri. Padahal, cuaca di luar sudah berubah.

Kolaborasi psikolog dan paranormal
Kita hidup karena roh (spirit). Jiwa dan tubuh kita digerakkan oleh roh. Tak heran kalau roh pun memiliki hubungan dengan kasus kejiwaan. Misalnya, orang yang kerasukan roh jahat atau setan. Jiwa orang yang kemasukan roh biasanya akan mengalami gangguan. Bentuknya bisa rasa takut, bingung, atau perilaku aneh. Setan atau roh jahat itu masuk, "Kalau ada pintu atau jendela. Pintu atau jendela itu berupa perasaan-perasaan yang tidak baik dalam diri kita," jelas Rochadi. Sebaliknya, setan tidak bisa mempengaruhi orang atau merasuki orang yang hatinya bahagia.
Menurut rohaniwan yang berdomisili di kawasan Pejompongan, Jakarta ini, banyak orang yang suka rancu membedakan mana masalah psikologis, mana masalah spiritual. Misalnya, ketika mengahdapi kasus kerasukan, histeria, trance, atau halusinasi yang gejalanya hampir sama, psikolog biasanya akan menganggapnya sebagai masalah psikologis semata. Sementara spiritualis (paranormal) melihatnya sebagai kerasukan setan atau terkena santet.
Lagi-lagi jika diagnosisnya salah, terapinya juga salah. Jika diberi obat, orang yang kerasukan setan tidak bakalan sembuh. "Sebaiknya, ada usaha saling membantu satu sama lain antara spiritual dan psikolog. Sebab, masing-masing profesi punya kelebihan," tegas Rochadi.
Ketika seseorang mengalami gangguan roh, berarti orang itu tidak bebas. Ia bisa mengalami depresi, obsesi, dan posesif. Pada keadaan depresi, roh seseorang terganggu karena tertekan oleh roh lain. Ketika orang mengalami obsesi, roh orang itu tidak berfungsi dengan baik karena mau dikuasai oleh roh lain, seperti keinginan roh lain yang bisa menguasai badan, jiwa, dan perasaan orang. Pada saat seseorang mengalami posesif, roh orang itu dikuasai oleh "kontrak" roh lain. Dengan kata lain bersekutu dengan setan, misalnya.
Menurut Rochadi, orang yang kerasukan sebenarnya karena perasaannya dikuasai. Ketika seseorang sedih, setan atau roh lain itu masuk dalam kesedihan. Sebaliknya, setan tak mudah merasuki orang yang bahagia karena setan itu adalah kuasa ketakutan. Rasa takut dalam hal ini luas cakupannya, seperti takut tidak naik pangkat ataupun tidak dicintai. "Kalau diri kita tidak ketakutan, jiwa kita bebas. Dalam jiwa yang bebas dengan sendirinya akan muncul kebahagiaan," tutur Rochadi.
"Orang harus bisa menjadi bebas secara roh," tegasnya. Sayangnya, banyak orang malah menyerahkan diri pada ikatan dengan roh lain karena rasa takut, sehingga mereka kehilangan kebebasannya. Menjadi bebas secara roh berarti seseorang mampu menentukan hidupnya sendiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Kita diciptakan secara demokratis dan diberi kebebasan untuk memilih. Tak heran kalau kita bisa jatuh ke dalam dosa karena pilihan kita sendiri. "Supaya tak jatuh dalam dosa, orang perlu berpegang pada suara hatinya. Orang akan menjadi baik jika ia mengikuti suara batin atau hatinya," tutur Rochadi.

Gaib yang Ilahi
Menurut Rochadi, penyakit yang dialami oleh manusia sesungguhnya tidak bisa dilihat secara sepotong-sepotong. Kita sering terkotak-kotak. Hanya melihat penyakitnya tetapi tidak menelusuri sumber penyebabnya. Padahal, jasmani, jiwa, dan rohani kita selalu berhubungan. "Semestinya dokter, psikolog, dan spiritualis saling bekerja sama dalam upaya penyembuhan suatu penyakit," katanya.
Rochadi memberi contoh kasus anak indigo yang mampu melihat setan atau memiliki kelebihan indera keenam. Sesungguhnya, anak indigo itu anak yang kelebihan energi. Jika dilihat secara fisik, di dalam tubuh anak indigo terkandung kadar logam merkuri yang besar, bisa jadi akibat polutan.
"Secara fisika, sifat merkuri itu seperti baterai. Kalau terkena sinar Matahari, unsur logam itu akan menyimpan energi," jelas Rochadi.
Anak indigo menjadi kelebihan energi seperti baterai yang di-charge. Karena itu ia perlu bimbingan dan arahan seorang spiritualis agar ia tidak ketakutan jika melihat setan. Sementara itu para ahli lain, semisal dokter atau pakar lingkungan hidup, mesti menemukan cara mengatasi merkurinya. Semua itu seperti mata rantai. "Jika alam rusak, jiwa orang juga ikut rusak, termasuk rohnya pun ikutan rusak," kata Rochadi.
Pasien Rochadi beragam penyakitnya. Ada penyakit yang datangnya dari roh lain alias kerasukan setan. Cara mengobatinya ya diusir setannya. Dengan caranya, Rochadi membuat roh itu pergi dengan sendirinya atau mengembalikan roh itu pada jati dirinya, kembali kepada Tuhan. "Kalau seseorang ketempelan roh jahat, kadang yang bersangkutan tak mampu mengusirnya sendiri. Ia butuh bantuan orang lain untuk mengusirnya," kata Rochadi.
"Ada pasien saya yang menderita sakit kanker karena roh jahat. Mungkin orang heran, roh jahat kok bisa bikin orang sakit kanker. Roh jahat itu bisa berbuat apa saja kecuali mencintai. Ia pun bisa menyembuhkan orang sakit. Namun setan atau roh jahat yang menyembuhkan itu akan selalu mengikat," ungkap Rochadi.
"Karena itu hati-hatilah jika ada orang yang mau menyembuhkan tetapi menjadikan si sakit mengalami ketergantungan pada si penyembuh. Bisa jadi itu roh jahat," tambahnya.
Bagaimana kita bisa membedakan antara roh jahat dan yang baik? "Hati kita akan tahu itu. Kuncinya, hal yang gaib berbeda dengan hal yang kudus. Hal gaib itu gejala aneh tapi belum tentu bersifat Ilahi (datang dari Tuhan). Sedangkan hal yang kudus, merupakan kehadiran yang Ilahi," jelas Rochadi.
Tubuh kita adalah alam. Karena itu hiduplah sesuai dengan siklus alam. Ada siang, ada malam. Ginjal, hati, jantung, dan semua organ tubuh kita bekerja dengan cara teratur. Namun, tidak semua organ bekerja secara bersamaan. Jadi, kalau saatnya makan, ya makan. Saatnya tidur, ya tidur.
Untuk hidup manusia butuh makan. Secara jasmani tubuh perlu makanan bergizi. Secara jiwa tubuh perlu asupan kasih. Lalu secara rohani manusia perlu mengenal Tuhan dan kasih-Nya. Yang tak kalah penting, cintailah diri sendiri. Sebab, kalau tidak bisa mencintai diri sendiri, tentunya kita tidak bisa mencintai orang lain.


Demi mengganjal perut...


Umbi Beracun Kok Dipiara!
Oleh: A. Bimo Wijoseno



Trisno Suwito (60), lelaki yang tinggal di Plarung, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta ini punya hobi unik. Ia mengoleksi umbi-umbian liar dan beracun, tanaman yang oleh banyak orang dianggap tidak bernilai ekonomis.
====
Sepintas seperti tidak tidak bernilai. Namun, umbi-umbian yang terhampar di ladang seluas seperempat hektar itu memiliki ikatan sejarah dengan keluarga Trisno yang tidak bisa dinilai dengan materi. Tanpa umbi-umbian itu, besar kemungkinan jalan hidup generasi pendahulu keluarga Trisno berakhir.
Keluarga itu tinggal di Dusun Plarung yang berlokasi di lereng gunung. Di kala kemarau, tanah di dusun ini sangat gersang. Sekitar tahun 1960-an desa tempat kelahiran Trisno dilanda musibah kelaparan. Sarana transportasi yang tidak memadai membuat angka kematian akibat kelaparan membubung tinggi. Hampir setiap hari ada saja orang yang mati karena kelaparan.
Meski risikonya tidak kalah mengerikan dengan ancaman kelaparan itu sendiri, keluarga Trisno memilih mencoba bertahan hidup dengan memakan umbi-umbian liar yang tumbuh di sekitar Perbukitan Seribu sebagai pengganjal perut. Untunglah bencana kelaparan itu segera berlalu. Noyo Semito, ayah kandung Trisno Suwito, berserta keluarganya pun selamat dari ancaman bahaya kelaparan dan umbi beracun.
Seiring dengan diluncurkannya program swasembada beras pada 1980-an, Dusun Plarung berangsur-angsur mulai menikmati beras sebagai makanan pokok. Umbi-umbian liar pun menghilang dari gersangnya tanah Gunung Kidul, kecuali di ladang Noyo Semito. “Saya sebenarnya hanya meneruskan hasil karya bapak saya,” kata Trisno tentang asal mula kegiatan unik mengoleksi umbi-umbian beracun itu.

Hilang dari pasaran
Kini koleksi tanaman umbi-umbian di ladang Trisno Suwito sudah berjumlah ratusan umbi dari sekitar 10 jenis umbi. Bagi orang kota, nama-nama umbi koleksi Trisno bisa bikin dahi berkerut. Mereka yang dulu pernah bersinggungan dengan tanaman ini pun harus merenung dulu untuk mengingat-ingat bentuk umbinya.
Simak saja nama-nama umbi koleski Trisno: uwi, ganyong, gadung, suwek, katak, dan compleng . Tahu atau ingat bentuknya bagaimana? Di ladang milik Trisno masih ada lagi umbi gembili jempina (Dioscorea sp.), gembili wulung, senggani ulo yang bentuknya mirip ular melingkar, umbi legi, uwi cicing, coklok juga katak (Dioscorea pentafolia). Wah, umbi apalagi itu?
Saat ini orang pasti akan kesulitan menemukan umbi-umbi itu di pasar tradisional sekalipun. Banyak penduduk di Gunung Kidul sekalipun yang hanya tahu ceritanya, tanpa pernah melihat wujudnya. Ambi contoh, umbi jempina. “Sulit sekali untuk memperoleh bibit umbi jempina ini. Saya sendiri mendapatkannya di antara celah batu dan kondisinya sudah hampir mati,” kata Trisno bersemangat.
Menghilangnya umbi-umbian dari pasar tradisional bukan tanpa alasan. Selain liar, umbi-umbian sebagai pemasok karbohidrat sudah diambil alih oleh beras. Seloroh "belum terasa makan kalau belum ketemu nasi" membuktikan, beras memang sumber utama karbohidrat. Soalnya, kini beras mudah didapat dan gampang dimasak. Kalaupun ada alternatif pengganti, mereka berpaling ke bahan makanan ketela, ubi, atau jagung.
Karena tumbuh liar, umbi-umbian beracun itu perlu ditangani secara khusus agar layak dikonsumsi. Kalau tidak, tentu bisa membahayakan jiwa! Gadung, misalnya, harus dicuci bersih sebelum direndam, diberi abu kemudian dijemur. Itu dilakukan berulang kali sampai racunnya benar-benar lenyap. Umbi suwek dan sente bisa bikin gatal-gatal di mulut dan kerongkongan jika tidak bersih betul mengupasnya.
Ada lagi umbi yang lebih bikin gatal, yaitu compleng, walur, dan coplok. Getahnya saja sudah bisa bikin kulit terasa gatal jika dioleskan.
"Waktu itu kadang, ya, perut terasa melilit juga setelah makan umbi-umbi itu. Namun, kami harus bagaimana, daripada mati kelaparan!” tutur Trisno terbata-bata. Menurut dia, sampai sekitar tahun 1980-an umbi-umbian yang hidup liar ini berguna sebagai cadangan makanan di kala musim paceklik melanda Dusun Plarung.
Sayangnya, ketika masa paceklik, umbi-umbi liar itu menghilang dari ingatan warga. Dengan enteng mereka melupakan jasa-jasa umbi-umbian liar ini, bahkan menjadikannnya sebagai ternak. Itu masih untung. Sedihnya, umbi-umbian liar ini juga mulai dicabuti dari ladang-ladang mereka. Karena itu, pada tahun 1990-an tananam itu sudah jarang ditemui. “Di pasar apalagi, saya sudah jarang sekali ketemu,” tandas Trisno.

Pakai ilmu warisan
Padahal umbi-umbian itu sebenarnya punya kelebihan. Saat masa paceklik akibat tanaman lain tidak bisa tumbuh, umbi-umbi itu mampu beradaptasi di tanah Pegunungan Seribu yang terkenal dengan ketandusannya. Di kala musim kering, mereka justru bisa tumbuh dengan baik. Saat musim kering pula umbi ini dipanen. Justru di musim penghujan umbinya malah tidak berkembang. Hanya daunnya saja yang muncul lebat dan merambat, umbinya justru mengecil.
Beruntung sekali nasib umbi-umbi liar yang tangguh itu masih ada yang mau memperhatikan. Noyo Semito tetap setia menjaga umbi-umbian penyelamat keluarganya. Jika dalam masa paceklik dijadikan makanan utama, pada masa normal umbi-umbian itu diperlakukan sebagai pengganjal lumbung (cadangan di kala paceklik). Begitu mendalamnya kesetiaan akan umbi liar, sebelum meninggal di tahun 2000 Noyo Semito berpesan pada Trisno agar tetap merawat umbi-umbian langka dan mengembangbiakkannya di ladang.
“Bapak saya bilang, kalau kamu tetap memelihara umbi ini, kamu tidak akan mati kelaparan. Tanaman yang ada di ladang ini jangan dirusak. Kalau bisa, malah ditambah. Siapa tahu ada yang membutuhkan,” ujar Trisno mengulang pesan bapaknya. Pelestarian umbi liar itu merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih Noyo dan keluarganya karena terbebas dari kelaparan.
Trisno pun mengikuti pesan ayahnya. Ia tidak hanya memelihara koleksi yang sudah ada, tetapi terus menambah koleksi umbi-umbian liarnya. Karena tidak mudah mendapatkan bibit umbi liar, Trisno menyediakan waktu khusus untuk berburu umbi-umbi liar di sekitar kampungnya. Hampir setiap hari ia berkeliling desa untuk mencarinya.
Namun, jangan salah, Trisno tidak memiliki buku ensiklopedi tentang tanaman, apalagi tentang umbi-umbian. Baca tulis saja ia tidak lancar. Maklum SD pun ia tak lulus. Ia mencari umbi hanya berdasarkan "ilmu" yang diturunkan oleh ayahnya. Toh ia paham betul dengan hampir segala jenis umbi hanya dengan melihat bentuk daun, batang, maupun akarnya. Ia pun piawai mengolahnya menjadi santapan yang aman. Saat ini ia dibantu dan didampingi sebuah LSM di Yogyakarta yang bergerak di bidang pangan.
Bibit yang didapat Trisno kemudian ditanam di ladangnya. Jangan membayangkan ladangnya berupa tanah lapang yang luas menghampar. Layaknya ladang di Pegunungan Seribu, di sana-sini bermunculan batu kapur dalam berbagai ukuran. Lapisan permukaan tanahnya kadang hanya 10 - 20 cm, di bawahnya batu. Di antara koleksinya ia juga menanam palawija dan padi gogo untuk kebutuhan sendiri.

Coba bikin keripik
Meski dikenal sebagai tanaman tangguh, tapi bukan berarti tahan hama. Ibarat juara bertahan yang selalu dicoba dikandaskan sang penantang, begitu pula dengan umbi liar ini. Banyak hama yang mencoba menaklukkannya. Ada pula hama yang menyaru lewat pupuk kandang. Alih-alih bikin tanaman subur, pupuk kandang yang menjadi Kuda Troya hama itu malah bikin umbi tompel-tompel bentuknya. Dari pupuk kandang itu muncul ulat-ulat kecil yang menyerang dan membuat umbi berasa sepet dan pahit kalau dimakan. Alhasil, Trisno menjauhi pupuk kandang untuk mempupuk tanaman umbinya. Ia lebih suka pupuk dari dedaunan kering.
Hama lain yang menyerang koleksi Trisno berupa ulat pemakan daun. Untuk yang satu ini, Trisno pasrah. Ia tidak mengatasinya dengan pestisida, tapi, “Saya biarkan saja. Kalau ada yang mati, ya saya tanam lagi bibit baru,” begitu ujar ayah dua anak ini enteng. Daripada membeli pestisida yang mahal, mending uang itu digunakan untuk keperluan lain.
Kocek Trisno terkuras justru untuk membeli bambu sebagai rambatan umbi. Untuk sebatang bambu ia mesti mengeluarkan uang Rp 1.000,-. “Sudah ratusan batang, berarti ya ratusan ribu rupiah. Kalau dihitung-hitung, sudah bisa buat beli pesawat radio atau teve. Namun, saya hanya punya bambu,” ujarnya sambil tertawa lepas.
Tak ada guratan rasa sesal di wajah Trisno menanggapi hal itu. Tak ada kata rugi di kamusnya meski ia sudah keluar banyak uang. “Ini semua kekayaan saya dan juga semua orang. Sebab, kebun koleksi saya ini bisa dimanfaatkan oleh banyak orang,” ujar duda satu cucu ini bangga.
Trisno merasa senang karena hampir tiap bulan ada saja tamu yang ingin sekadar melihat-lihat koleksi umbinya. Biasanya, mahasiswa atau sarjana yang sedang meneliti umbi-umbian. “Saya merasa senang, karena usaha saya ini dihargai,” ujarnya berbinar. “Saya masih punya harapan, pemerintah punya perhatian, agar saya bisa ikut mengembangkan umbi ini lebih baik lagi,” ucap Trisno.
Saat ini Trisno mulai mencoba membudidayakan umbi yang dihasilkan dari tanaman koleksinya. Ia sudah mencoba membuat keripik dari uwi cicing. Meski liar, uwi ini tidak gatal dan cukup enak rasanya. Kira-kira umur delapan bulan sudah bisa dipanen dan beratnya bisa mencapai 20 kg jika sudah berumur 2 - 3 tahun. Hidupnya tidak sulit, tanpa perlu dirawat khusus.
Upaya Trisno patut didukung. Semoga anak cucu kita kelak tidak hanya mengenal beras sebagai makanan pokok. Tetapi juga umbi-umbian itu. Liar dan beracun bukan berarti harus dibuang percuma.

Handphone semakin canggih


Makin Enjoy Dengan HP 3G
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Bertelepon ria sambil menatap wajah sang pacar atau pasangan yang sedang menelepon di seberang sana? Atau menonton siaran teve di layar telepon seluler? Kini bukan impian lagi. Meski belum ada operatornya secara resmi, produsen ponsel sudah mulai memasarkan telepon berteknologi 3G di Indonesia. Dengan kecepatan mengusung data yang lebih besar dibandingkan dengan teknologi sebelumnya, telepon ini akan memberikan kesenangan baru bagi penggunanya.
=====
Dering telepon berbunyi. Buru-buru seorang gadis mengecek identitas si penelepon dan langsung berbedak membenahi mukanya yang kusut sehabis bangun tidur. Tak sampai dering terakhir ia mengambil telepon selulernya, membuka flip, dan menekan tombol untuk menerima panggilan.
Di layar HP-nya segera terpampang wajah sang kekasih. Sementara itu matanya menatap layar kecil di ujung kiri layar ponselnya, memastikan wajahnya terpampang dengan pas di sana.
Mereka lalu terlibat dalam pembicaraan yang mesra. Sejurus kemudian obrolan pun disudahi. Gadis itu kemudian buru-buru masuk ke kamar mandi. Ternyata hanya wajahnya yang tampak rapi. Dari badan ke bawah, kondisi gadis itu masih berantakan! O-la-la ....
Begitulah tayangan iklan sebuah merek ponsel dengan kebisaan terkini: video streaming. Layanan itu hanya bisa berlangsung jika kita menggunakan ponsel dengan teknologi yang sudah mendukung, yakni 3G. Tentu saja dengan operator yang telah mengaplikasi teknologi 3G pula.

Video mail pun oke
Meski belum ada operator yang melayani secara resmi (beberapa operator sedang melakukan uji coba), ponsel berteknologi 3G sudah menggerojoki pasar ponsel di Indonesia. Dari Nokia ada dua seri (N6630 dan N6680) plus dua lagi yang siap dilempar ke pasar (N7600 dan N70). Motorola mengusung A1000, E100, dan C975. Sedangkan Sony Ericsson mengeluarkan Z800i.
Soal harga memang rata-rata masih tergolong mahal. "Harga Nokia 6630 sekitar Rp 4 - 5 jutaan. Sedangkan seri 6680 sekitar Rp 6,1 jutaan," beber Usun Pringgodigdo, manajer Bisnis Multimedia Nokia Indonesia. Untuk Motorola A1000 dibandrol Rp 6,499 juta; E1000 Rp Rp 4,999 juta; C975 Rp 3,499 juta. "Teknologi ini memang masih baru, dan belum banyak (handset-nya). Nanti kalau sudah memasyarakat, tentu harganya semakin murah," tambah Usun.
Betul, produk teknologi cenderung akan memurah ketika diproduksi dalam skala besar. Dalam dunia perponselan hal itu sudah tampak sejak ponsel itu muncul.
Pada awalnya, teknologi ponsel masih sederhana, hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi suara. Fungsinya persis seperti telepon tetap yang ada di rumah. Bedanya, bisa ditenteng ke mana-mana tanpa khawatir terlilit kabel. Masih belum tersedia layanan untuk mengirim data. Jadi, belum bisa kirim sms. Ini generasi pertama atau 1G. Sistem yang dipakai, advanced mobile phone service (AMPS), yang lahir di Amerika Serikat tahun 1970 dan dipakai secara umum di negeri itu sejak 1980-an.
Karena sinyal analog pada teknologi 1G banyak kelemahannya (salah satunya digandakan), maka teknologi ini pun tergusur oleh teknologi digital yang lebih canggih. Inilah generasi kedua atau 2G, yang diadopsi oleh kebanyakan ponsel saat ini. Dengan teknologi digital, kemampuan ponsel jadi bertambah, bukan lagi hanya suara. Komunikasi data sudah bisa dilakukan pada era ini. Data itu bisa berupa e-mail, gambar, nada dering, atau yang populer berupa teks (SMS).
Bahkan ponsel generasi kedua ini sudah bisa dipakai untuk berselancar berkat general packet radio service (GPRS). Teknologi ini mampu mentransfer data sebesar 9,6 - 14,4 kbps(kilo bit per detik). Ada dua sistem yang dipakai pada teknologi ini, global system for mobile communication (GSM) dan code division multiple access (CDMA). GSM ditumbuhkembangkan di Eropa, sedangkan CDMA di Amerika Serikat sebagai hasil pengembangan dari AMPS.
Namun, keinginan manusia terus saja tumbuh sehingga teknologi ponsel pun dikembangkan mengikuti tuntutan itu. Jika sebelumnya data yang bisa dikirim masih berupa teks atau gambar mati, kini dengan teknologi terbaru data bisa dikirim dengan cepat dan lebih "berat". Disebut berat karena data itu bisa berupa video streaming, video phone, atau video conference. Bahkan video mail oke-oke saja diboyong 3G. Dalam video mail kita bisa mendengar dan melihat si pengirim bicara.
Basis 3G tetap teknologi digital. Namun, kecepatan mengirim datanya jauh lebih tinggi, yakni 144 - 384 kbps. Dengan muatan seberat itu, kecepatan memang harus ditingkatkan. Kalau tidak, bisa-bisa tercecer di tengah jalan. Suara sudah berbunyi "O", mulut masih mengucapkan "A". Enggak asyik 'kan?

Dilengkapi GPS
Dulunya, layanan pita lebar seperti itu baru bisa dinikmati oleh komputer multimedia yang terkoneksi dengan internet. Kini perangkatnya diperkecil hingga seukuran genggaman tangan dan mobile. Sistem yang ada di 3G adalah WCDMA (wideband-CDMA), yang dipakai di Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan nantinya Indonesia. Selain WCDMA, di Eropa juga ada UMTS, dan CDMA2000, yaitu kelanjutan generasi 3G dari CDMA.
"Fitur-fitur yang dulu tetap ada, tetapi jadi lebih bagus. Contohnya, untuk mengunduh lagu jadi lebih cepat. Main game online jadi lebih menyenangkan karena reaksinya juga cepat. Bisa multiplayer game dan sekaligus bisa untuk komunikasi suara. Tadinya, game online ini hanya bisa dilakukan di komputer dan tanpa komunikasi suara. File MMS bisa mencapai 300 kb sehingga gambarnya lebih tajam," papar Usun.
Salah satu jualan unggulan 3G adalah video call dan video conference. Untuk ini syarat utamanya tentu harus dilengkapi kamera di muka. Kamera ini menjadi teman kamera yang jamak ada di belakang bodi ponsel kelas menengah ke atas. Hanya saja, kualitas kamera di depan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kamera di belakang. Pada Motorola A1000, misalnya, kamera belakang berkualitas 1,2 megapiksel, sedangkan kamera depan sekelas VGA.
Selain dual camera, layar juga mesti lebar. Tentu saja. Mana nyaman menonton "Liputan 6" SCTV tapi gambarnya kuecilll. Karena berurusan dengan data yang besar, memorinya minimal berkapasitas 64 Mb. Kemudian, karena harus memutar video, ponsel 3G minimal harus sanggup "berlari" dengan kecepatan 64 kbps.
Dengan spesifikasi teknis seperti itu, kaum eksekutif muda (eksmud) akan sangat terbantu dalam melaksanakan tugas-tugas bisnisnya. "Misalnya saja, dalam suatu kesempatan sang profesional muda bisa mengirim langsung data, e-mail, foto, sekaligus suasana live saat ia di kota lain. Sementara si penerima yang sedang melakukan rapat di Jakarta, saat itu juga bisa langsung saling mendapatkan datanya dan melakukan video conference," Usun memberi tamsil.
Karena tak semua pembeli ponsel 3G itu eksmud, maka ponsel ini tak hanya bisa melulu diajak kerja. Bagi yang hobi game dan demen dengerin musik, ada Motorola A1000. Kalau mau, ponsel ini bisa disambungkan langsung ke active speaker asal punya plug in yang 2,5 mm ukurannya. “Kelebihan lain A1000, ada GPS-nya (global positioning system). Namun, untuk layanan ini tergantung apakah operator menyediakan atau enggak," ujar Niviani Trisanti, product trainer PT Motorolla Indonesia.
Sayangnya, belum ada operator telepon seluler yang melayani teknologi 3G ini. Dalam situs telkom.co.id, Dirut Telkomsel Kiskenda Suriaharja mengungkapkan, "Sekitar pertengahan tahun 2005 ini, kami berencana akan mengoperasikan layanan 3G."
Operator yang lain masih uji coba dan penikmatnya terbatas pada vendor-vendor ponsel saja. Salah satunya Marcus Maelissa, manajer pemasaran produk Mobile Devices South Asia PT Motorola Indonesia, yang mendemokan layanan yang diuji coba oleh PT Cyber Access Communications, salah satu operator yang akan terjun ke area 3G, kepada Intisari. "Cakupannya baru sekitar Grogol sampai Cawang (di Jakarta)," ujarnya.
Sambil menunggu operator beroperasi, tak ada salahnya siap-siap membeli handset-nya dulu.