Friday, May 23, 2008

Malioboro malam hari

ini gambar diambil sekitar jam 1/2 12 malem gitu.
biasanya Malioboro enggak pernah sepi
tapi malam itu sepi
enggak kayak biasanya...

enggak tahunya,
siangnya ada demo tentang keistimewaan DIY
supaya cepet disahkan
pedagang kaki lima libur satu hari
kebetulan hari itu hari Senin...
yang artinya hari sepi pembeli.

yah,...
paling enggak
biar Yogya masih punya keistimewaan dan cirikhasnya sendiri...

Tuesday, May 13, 2008

Boyong Kalegan


<b>Main getek di Boyong Kalegan</b>

Selain lokasinya cocok untuk liburan keluarga, menu ikan air tawarnya juga pas untuk porsi sekeluarga. Gurameh goreng atau bakarnya menggugah selera ditambah segarnya es kelapa muda. Selesai makan tak perlu harus buru-buru untuk pulang. Di sini bisa santai dulu, tidur-tiduran, atau main getek sampai puas.

Pertama kali datang, nuansanya hangat sekali. Seperti di rumah sendiri. Kebanyakan yang datang ke sini rombongan satu keluarga. Tua-muda, besar-kecil, kakek-nenek kelihatan <i>enjoy</i> duduk-duduk santai menikmati suasana di sini. Arsitektur Boyong Kalegan bernuansa dusun. Berupa bangunan panggung seperti <i>dangau</i>tempat petani menjaga tanaman dengan kerangka bambu petung beratapkan anyaman daun kelapa. Di bawah <i>dangau</i> terdapat empang atau kolam ikan air tawar. Rasanya seperti duduk-duduk di pinggir tambak. Pengunjung juga bisa bermain rakit atau getek di empang ini. Gratis.

"Tempat ini bukan murni restoran. Kalau restoran, pengunjung setelah makan biasanya langsung pulang,"ujar Mudjiono salah satu pengelola restoran Boyong Kalegan menjelaskan. Selain menjadi tempat makan, Boyong Kalegan juga sebagai tempat hiburan keluarga. Pengunjung di sini setelah selesai menyantap hidangan yang telah dipesan, biasanya memang tidak langsung pulang. Karena nuansa dan suasana restoran ini termasuk bagian dari "menu" sajiannya. Paling tidak pengunjung yang datang ke sini menghabiskan waktu dua jam untuk berleha-leha dulu di sini. Apalagi di hari Sabtu dan Minggu ada pertunjukan <i>live music</i>alias musik hidup.

Boyong Kalegan sudah menerima pelanggannya sejak jam 10.00 pagi dan berakhir pada jam 10.00 malam. Saat jam makan siang antara jam 12.00 sampai jam 02.00 siang biasanya paling sibuk. Kalau lagi rame atau akhir pekan telepon dulu apakah ada tempat atau tidak. Padahal dulu tempat ini hanya hamparan pasir. Kemudian setelah dibangun beberapa dangau yang dibawahnya empang dialiri air dari sungai Boyong. Menurut Mudjiono, yang lebih akrab disapa Pak De ini, Boyong Kalegan berdiri awal Juli tahun 2000. Menempati lahan kurang lebih satu hektar. Sehingga restoran ini bisa berdaya tampung kurang lebih 400-500 orang. Sasaran konsumen yang dibidik adalah menengah ke atas. Tempat pertemuan 150 orang. Pesan 2 minggu seblumnya kalau rombongan. Cocok buat perayaan ultah, wisudaan, acara keluarga seperti arisan. Reuni.

Rombongan agak besar biasanya dipantau, misalnya rombongan 150 orang. Supaya menu yang disajikan tetap hangat.

Gurameh adalah menu andalan di Boyong Kalegan. Porsinya besar, karena memang untuk keluarga. Nasinya ditempatkan di bakul. Sate gurameh. Gurameh bakar.

Jangan heran kalau setelah kita selesai makan, piring kotor tidak segera dibersihkan. Karena pelayan di sini tidak berani mengganggu privasi anda karena masih ingin santai-santai di tempat. "Karena kalau langsung dibersihkan disangka mengusir,"

Sebulan 2-3 kuintal gurameh. Akhir pekan 1000 pengunjung. Menu 9 ons. Terlalu besar dagingnya kurang enak. Gurameh yang diberi makan daun lebih enak. Kalau dibakar tidak mudah hancur juga.

Sate gurameh, gurameh dipotong langsung

Soal harga rata-rata per kepala Rp 20.000-Rp25.000

Boyong kalegan: supaya pulang membawa kelegaan. Jl Raya Pakem- Turi Sleman.


 

Angkringan

<b>Angkringan Tenda Biru Gejayan, Deresan</b>

Angkringan berasal dari bahasa Jawa <i>Angkring </i> artinya duduk santai dengan kaki di atas bangku. Penjual angkringan biasanya menggunakan sebuah gerobak dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman. Dengan ceret khasnya yang sebenarnya untuk menyiram tanaman plus <i>anglo</i> tungku arang kayu. Penjualnya kebanyakan asal Klaten atau Solo, biasa mangkal di setiap pinggir ruas jalan di Jogjakarta.

Gerobak angkringan tidak dicat, beratapkan terpal plastik. Satu gerobak ini bisa memuat sekitar 8 orang. Kalau membludak, tinggal menggelar tikar untuk lesehan di sekitar angkringan. Beroperasinya mulai sore hari, hingga larut malam. Tetapi beberapa angkringan ada yang buka non-stop 24 jam. Angkringan menggunakan penerangan seadanya yaitu <i>sentir</i> atau <i>teplok</i> lampu minyak tanah. Semakin temaram justru semakin syahdu, jika terlalu terang, suasana angkringan malah terasa kurang pas.

Makanan yang dijual angkringan pada umumnya adalah <i>sego kucing</i> atau nasi kucing, goreng-gorengan seperti tahu tempe bacem, bakwan dan mendoan, sate usus ayam, sate telor puyuh, kripik, rambak, kacang goreng dan lain-lain. Nasi kucing di sini maksudnya, nasi yang besar porsinya untuk ukuran kucing. Lauk pauknya pun khas selera kucing, seperti oseng-oseng kacang panjang atau buncis yang diselingi sambal ikan teri atau<i>gereh</i>. Soal rasa memang bukan yang utama. Tetapi harganya yang lumayan murah. Tampilan nasi kucing biasanya dibungkus dengan daun pisang dan perpaduan kertas koran. Untuk minuman yang tersedia di angkringan, beraneka macam beserta variasinya seperti teh, teh jahe, jeruk, kopi, kopi jahe <i>wedang</i> tape, <i>wedang</i> jahe dan susu.

Harganya yang murah dengan suasana kekeluargaan, membuat konsumen warung angkringan ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, mungkin juga seniman hingga para eksekutif. Meskipun tidak saling mengenal antar sesama pembeli dan penjual sering terjadi obrolan santai. Sembari menunggu si penjual membuatkan minuman atau membakar lauk pesanan kita seperti baceman usus ayam, ceker, atau kepala ayam di atas anglo.

Topik pembicaraan seputar angkringan bisa apa saja, dari yang serius seperti masalah yang sedang aktual, berbagi pengalaman pribadi, atau hanya berkelakar saja. Tak heran para pengangkring bisa betah berlama-lama hingga larut malam. Angkringan menjadi sangat populer, kemungkinan bukan hanya karena fungsinya yang sekedar melayani mereka yang kelaparan di tengah malam dengan harga terjangkau. Ada fungsi sosial emosional lain yang juga terlayani di sini. Ibaratnya, tempat rekreasi batin dengan sarana obrolan santai di angkringan.

Di Jogja ada beberapa angkringan yang cukup kondang. Di antaranya angkringan Lik Man di dekat stasiun Tugu, angkringan di seputaran Alun-alun Selatan juga angkringan Deresan. Nah, omong-omong soal angkringan Deresan, sebenarnya agak kurang pas disebut angkringan. Malah lebih pas dibilang warung nasi mahasiswa. Karena banyak mahasiswa makan di sini, nasi kucingnya juga sudah pakai piring. Pelanggan angkringan Deresan ini kebanyakan mahasiswa, karena dekat engan kampus Atma Jaya, Universitas Negeri Jogjakarta, dan Sanata Dharma. Juga harganya murah meriah.

Angkringan Deresan milik Pak Surono yang asli Jojga ini hadir sekitar tahun 1992. Lokasinya di pinggir jalan Gejayan yang kini berganti nama jalan Affandi yang menuju ke Deresan. Lebih sering disebut angkringan tenda biru Deresan. "Tak ada yang istimewa selain harganya yang terjangkau dan penyajian masakannya yang selalu hangat," ujar Endro putra pak Surono yang kini menjadi penerusnya. Sejak dulu, nasi kucing, oseng-oseng kacang panjang, sambel teri, sampai gorengannya disajikan masih dalam keadaan hangat. Minuman yang tersedia hanya teh, jeruk dan kopi panas atau dingin.

Berbeda dengan angkringan biasanya, jarang yang berlama-lama ngobrol di sini. Tak ada gerobak angkring, yang dari dulu juga hanya sebagai penanda. Karena peminatnya sangat banyak, lagi pula antrian yang panjang membuat kita harus tenggang rasa untuk cepat-cepat gantian. Di sore hari masih dijual kurang lebih 150 nasi kucing versi bungkusan, kalau sudah habis tinggal versi piringan. Dalam sehari angkringan ini bisa menjual 400an porsi dalam semalam, bahkan lebih.

Sekarang lokasinya pindah dari pinggir jalan Gejayan, agak masuk ke gang. Baru beberapa bulan ini pindah ke gang Bakuh, kurang lebih 100 m dari lokasi semula. Jam buka warung ini juga dipercepat dari jam 05.00 sore sampai jam 11.00 malam saja. "Karena lokasinya di tengah pemukiman penduduk, biar tidak terlalu mengganggu,"aku Endro. Yang datang ke sini, kebanyakan mahasiswa atau mereka yang kangen akan nostalgia saat kuliah pernah makan di sini. Kalau sudah jam makan malam antrian terlihat semakin panjang. Untuk harga nasi kucing sekarang Rp.1000. Serba gorengan dihargai Rp300 sebuah. Sedangkan lauk pauk telur ayam, kepala, dan sate puyuh sebuahnya dihargai Rp1000.


 

Angkringan Pak Surono.

Jl. Afandi/gejayan, Gang Bakuh CT X/no.14