Tuesday, December 9, 2008

Rumah kayu...

Aku berencana membangun sebuah rumah kayu. Pertimbangannya selain lebih adem, nyentrik, juga nyeni karena juga bosan dengan rumah yang serba beton atau tembok.

Berkesan juga ikut melestarikan keberadaan rumah kayu tradisional, kan?

 

Pilihan jatuh pada rumah kayu bentuk limasan.

Setelah mendapat informasi dari adik sepupu yang ada di Jogjakarta. Ada rumah limasan seharga 18 juta rupiah. Harga ini sudah termasuk ongkos bongkar.

 

Rumah ini akhirnya terbayar. Kemudian langsung didirikan di sebidang tanah di Klepu.

 

Kata orang, membangun rumah itu tidak mudah. Pasti ada saja rintangannya. Entah itu masalah biaya atau masalah teknis pembangunan. Karena harapan, keinginan, dan kenyataan sering berpadu saat pembangunan berlangsung. Dan belum tentu satu sama lain bisa saling mengisi...

 

Tetapi kali ini masalahnya beda sedikit;

1. Membeli rumah kayu perlu ketelitian lebih. Karena rumah yang dibeli sudah berumur dan memang barang bekas. Tentu ada beberapa bagian yang rusak. Oke, masalah pernak-pernik rumah yang rusak jelas bisa diterima apapun keberadaannya. Maklum, bikinan manusia tentu bisa rusak. Hanya saja, memang perlu diteliti agar "lebih sesuai" dengan harga beli. Sehingga ketika dipasang tidak menjadi pengeluaran baru karena banyak bagian yang harus diganti.

2. Saat membeli perlu hati-hati dan yakin betul akan keberadaan rumah ini. Misalnya tidak ada masalah lanjutan ketika rumah sudah dinyatakan laku dijual. Bisa saja terjadi rumah tidak jadi dijual karena ada pihak keluarga yang tidak setuju. Semua itu tidak menjadi masalah jika uang untuk membeli bisa kembali utuh.  

3. Saat pembongkaran dan pemindahan rasanya perlu ditunggui. Mungkin perlu untuk memberi tanda atau cat pada sisi-sisi tertentu sebagai tanda keutuhan dari sebuah rumah. Karena, di saat seperti ini ada saja orang yang ingin berbuat curang. Meskipun tidak semua orang bertindak curang. Kecurangan itu bisa berupa ditukarnya kelengkapan bangunan rumah, sehingga tidak sesuai dengan yang sudah disepakati. Bisa juga beberapa bagian bangunan diambil tanpa sepengetahuan pembeli. Misalnya kayu-kayu untuk atap, juga dinding kayu rumah. Bagian-bagian ini mudah sekali ditukar atau diambil.

Friday, December 5, 2008

Pasar tanpa jendela

DSC_4928

Ini pasar Turi Surabaya. Enggak ada jendelanya...bedeng dari kayu atau triplek saja dinding bangunan pasar ini.

Padahal Surabaya berhawa panas...

Logikanya, di pasar banyak dagangan, penjual, dan pembeli. Apa enggak sumpek, ya di dalam?

Cari oleh-oleh di Bhek Putra

DSC_5024

Jika sedang ada urusan bisnis atau keperluan di luar kota, biasanya teman, saudara, atau bahkan pacar minta dibawakan oleh-oleh. Jika kali ini akan bertugas atau ada urusan dan baru pertama kali ke Surabaya, oleh-oleh seperti apa yang bisa dibawa, ya?

Kalau bingung mencari oleh-oleh, cobalah mampir ke jalan Kaliasin atau sering disebut kawasan Pasar Genteng. Di sepanjang jalan ini akan ditemui beberapa toko yang menjual berbagai macam jenis oleh-oleh khas Jawa Timur. Salah satunya yang termasuk legendaris adalah toko Bhek Putra. Di sini menjual segala macam makanan diantaranya kerupuk, kripik, dodol, abon, ikan asin, petis, hingga terasi. Jumlahnya sekitar puluhan jenis. Yang paling banyak menjadi incaran para pelanggan di toko ini biasanya macam-macam jenis makanan ringan seperti kerupuk atau keripik dari melinjo, kentang, dan hasil laut. Walaupun jenis makanan lain juga jadi sasaran pelanggan. Diantaranya bandeng asap,bandeng otak-otak, bandeng presto, keripik buah, ikan asin mentah, kerupuk udang, petis, sampai terasi.

Nama toko Bhek Putra sebenarnya diambil dari nama leluhur pemilik toko Tan Siong Bhek. Sekarang bernama toko Bhek (tanpa Putra), sudah berdiri sejak sebelum jaman kemerdekaan. Kedua toko Bhek ini sama-sama menjual oleh-oleh. “Toko Bhek jaman dulu, jenis barang yang dijual bukan oleh-oleh seperti sekarang. Dulu kakek saya berjualan hasil bumi, seperti kacang hijau, kacang tanah, juga beras,” ujar Bambang Sutejo pemilik toko Bhek Putra. Kemudian di tahun 1949 barulah mulai dirintis jenis komoditi yang seperti dijual sekarang. Ibunda Bambang Sutejo yaitu Tan Siong Nio anaknya Bhek, pintar membuat kerupuk udang, juga sambal goreng. Ketika dicoba dijual rupanya laku dan laris. Dalam perjalanan waktu akhirnya berkembang menjadi toko oleh-oleh seperti sekarang.

Ada yang lain di Toko Bhek Putra yang sudah berdiri selama 16 tahun ini. Bambang Sutejo pemilik toko berani menjamin semua oleh-oleh yang dijualnya enak. Bahkan ada beberapa jenis makanan yang boleh langsung dicoba ditempat. Terutama yang buatan sendiri atau bermerek Bhek Putra, misalnya rambak kerupuk kulit, lorjuk goreng, bandeng asap, dan kerupuk udang. “ Kalau tidak enak boleh dikembalikan,”tandasnya. Ada cerita sedikit dibalik keyakinan Bambang alias <i>jeliteng</i> (dari bahasa Jawa yang artinya si hitam) yang sebenarnya tidak hitam ini. Sebenarnya yang dijual di sini banyak juga yang sifatnya titip jual. Tetapi Bambang punya syarat agar bisa muncul di etalase tokonya. Kualitas adalah syarat utamanya, biar sedikit asalkan enak. “Karena saya punya tim pencicip 4 orang termasuk saya. Kalau memang enak kita mau menjualkan. Jika salah satu bilang enggak enak, ya enggak jadi,”jelasnya.

Beberapa jenis makanan andalan di sini ada lorjuk goreng. Sejenis kerang-kerangan laut yang kini sudah jarang ditemui. Lorjuk didatangkan dari Madura, di sini kemudian digoreng dan dibumbui. Rasanya gurih, cocok juga buat lauk makan. Sekilo lorjuk goreng dihargai Rp320.000. Mengapa mahal, karena lorjuk sekarang sulit dicari dan hanya ada di Madura. Dulunya lorjuk mudah ditemui, di pantai Kenjeran Surabaya juga banyak. Tetapi sekarang tidak ada lagi, karena alamnya sudah rusak, lorjuk pun hilang. Karena lorjuk ini hidup di lumpur pantai. Saat air laut surut, biasanya lorjuk akan keluar.

Sedikit cerita mengenai nelayan pemanen lorjuk. Mereka dari pagi sampai sore secara tradisional mencari lorjuk maksimal hanya bisa terkumpul 2-4 kg saja. Tetapi ada yang bisa dapat banyak dan cepat, caranya dengan memberi gamping (kapur). Karena panas kapur, lorjuk akan keluar semua jadi gampang mengambilnya. Tapi mereka lupa kalau bibit lorjuk ikut mati. Hasilnya, tidak ada lorjuk lagi. Itulah yang terjadi di Kenjeran beberapa waktu lalu.

Makanan unik lain ada Kimo yaitu kerang putih yang besar atau bekicot laut, dipotong kecil dijemur kemudian digoreng, harganya Rp300.000 satu kg. Simping udang Rp200ribu. Teri nasi Rp120 ribu. Semuanya tadi untuk ukuran satu kg.”Kadang saya sendiri heran, kok segitu ya harganya. Ini karena pasokan sedikit, barangnya mulai punah. Padahal peminatnya banyak,”ujar Bambang geleng-geleng tak percaya.

Toko Bhek Putra buka dari jam 06.30-20.30. Tidak pernah libur. Bhek juga melayani jasa kiriman oleh-oleh. Cukup angkat telepon sebutkan pesanan dan transfer dananya. Bisa langsung dikirim, praktis. Sehingga orang luar Surabaya yang kangen oleh-oleh khas bisa terlayani. Di luar jam buka toko sebenarnya tetap dilayani. Tetapi perlu sedikit sabar karena semuanya dilayani Bambang sendiri. Tidak ada pegawai kalau tidak pas jam buka toko. Membeli oleh-oleh berapapun nilai nominalnya dilayani meskipun hanya membeli sebungkus kerupuk rambak. ”Itu pun kalau pembelinya tega,”ujarnya terkekeh.

Di dinding toko ini terpampang beberapa foto artis terkenal ibukota. Pertanda mudah kalau toko ini menjadi rujukan untuk mencari oleh-oleh. “Para artis itu enggak bakalan tenang kalau enggak ketemu saya dulu di sini. Bukan apa-apa, soalnya, saya kan kasirnya,” ujar Jeliteng penuh percaya diri.

Toko Bhek Putra

Jl.Kaliasin no.29, Surabaya