Tuesday, November 6, 2007

nano teknologi

Baterai imut teknologi nano

Bell Laboratories perusahaan yang pertama kali menciptakan transistor berukuran setengah inchi di tahun 1947, kini sedang mengembangkan sebuah baterai baru. Dengan kemampuannya membuat transistor selama puluhan tahun, Bell Laboratories mengaplikasikan keahliannya ini untuk membuat baterai yang tertanam dalam sebuah chip, namanya, baterai nano.

Baterai nano ini memadatkan elektroda baterai pada skala nanometer. Terciptanya baterai imut nan mungil ini tak lepas dari teknologi nano yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengontrol zat, material dan sistem pada skala nanometer(nm), sehingga menghasilkan fungsi baru yang belum pernah ada. Ukuran skala 1nm sama dengan 1/1000.000 milimeter atau sama dengan 1/1000.000.000 meter. Ukuran yang sangat kecil bahkan sulit sekali untuk dilihat dengan mata telanjang.

Baterai nano ini memiliki kelebihan bisa “tertidur” atau lama tidak dipakai selama 15 tahun. Sehingga dapat digunakan sebagai power alat sensor monitor radioaktif atau sensor bahan kimiawi beracun lain. Baterai nano ini bisa langsung “hidup” dan dengan waktu singkat memberi energi tinggi saat dibutuhkan. Bagaimana baterai nano ini bisa awet, karena ia adalah baterai pertama yang mampu membersihkan dirinya sendiri setelah digunakan. Dengan menetralkan cairan kimia beracun yang timbul di dalamnya.

Berawal dari nano grass

Salah seorang ilmuwan dari Bell Labs, Tom Krupenkin mempelajari tentang lensa cair mikro, yang kerap ditemui di kamera ponsel. Lensa mikro ini tersusun dari tetesan cairan tertentu yang dapat mencekung atau mencembung ketika permukaannya dialiri listrik voltase tertentu. Respon terhadap aliran listrik ini disebut electrowetting, yakni permukaan cairan dapat berubah sifat dari superhydrophobic ke hydrophilic.

Superhydrophobic contoh mudahnya dapat kita jumpai ketika tetes air hujan mengenai bulu angsa dan daun teratai. Mereka tidak basah sama sekali. Tegangan permukaan superhydrophobic membuat titik air menjadi butiran, tetapi tidak membuatnya berhenti saja di satu tempat tetapi mendorongnya keluar untuk membuatnya pecah kembali. Pada substansi hydrophilic seperti gelas, air akan meregang ke luar. Tetapi pada material superhydrophobic, tetes air membentuk butiran bola sempurna, permukaan tetes air dan material tidak saling bersentuhan sama sekali.
Dari temuannya mengenai sifat tetes air pada permukaan material superhydrophobic ini, Krupenkin berpendapat, electrowetting dapat mengontrol suatu reaksi kimia.

Krupenkin membuat konsep jajaran pilar-pilar superhydrphobic ukuran nano yang akan bereaksi dengan electrowetting. Di bawah mikroskop pilar-pilar ini bagaikan padang rumput alias nanograss. Padang nanograss ini dapat dibuat dengan silikon oleh industri mikrochip teknologi standar yang telah berproduksi lebih dari satu dekade ini. Dengan mengalirkan tenaga listrik voltase tertentu pada cairan, ilmuwan dapat membuat reaksi yang membuat pilar-pilar tadi menjadi hidrophilic dan menekan butiran untuk turun merembes ke bagian bawahnya di setiap nano pilar tadi. Cairan dapat bereaksi dengan komponen yang ada di bawahnya. Krupenkin yakin, dapat menggunakan cairan ini untuk membangkitkan power dalam baterai nano.

Baterai pada dasarnya adalah sebuah reaktor kimiawi. Baterai yang sekarang ini, yang sudah habis pakai langsung dibuang, terdiri dari dua elektroda, anoda dan katoda. Digabungkan dalam larutan elektrolit. Percampuran ini membuat kedua elektroda bereaksi melalui elektrolit membentuk elektron-elektron. Masalahnya, proses elektrokimiawi ini berlangsung terus meskipun baterai tidak digunakan. Baterai habis pakai langsung buang ini akan menurun dayanya 7-10 persen tiap tahun meskipun tidak dipakai. Sehingga jenis baterai ini ada kadaluarsanya.

Maka perlu diciptakan baterai yang memiliki sekat yang menjaga agar larutan elektrolit dan elektroda tidak bersinggungan tetapi bisa langsung aktif saat digunakan, termasuk mampu melakukan reaksi kimiawi secara agresif yang mampu menghasilkan tenaga listrik yang tinggi secara sekejab. Saat ini memisahkan elektroda dengan larutan elektrolit membuat ukuran baterai menjadi besar dan berat. Seperti baterai reserve yang telah dipakai ambulance, di rumah sakit untuk ICU dan ruang operasi, juga dipakai untuk operasi militer seperti teropong malam hari dan sinar laser.

Menurut Krupekin, dengan ditemukannya nanograss, membuat baterai reserve dalam ukuran lebih kecil dan ringan bisa lebih mudah. Terlebih lagi, ilmuwan bisa membuat baterai ini bereaksi pada saat dibutuhkan saja.

prototipe baterai nano

Bulan September 2004 para ilmuwan di Bell Labs, membuat model yang bisa menghantarkan listrik. Prototipe ini tersusun dari pilar silikon dengan luas lebar kurang lebih 300 nanometer yang tiap pilarnya berjarak 2 mikron. Untuk pembangkit dayanya, ilmuwan menggunakan campuran yang biasa dipakai baterai alkaline, yaitu seng sebagai material anoda dan mangan dioksida sebagai katodanya.

Bagian dasar silikon dari pilar-pilar dilapisi seng, dimana pilar-pilar dilapisi silikon dioksida, yang bisa diukur ilmuwan mengontrol voltase dari alat, dan pilar nano di atasnya dilapisi Teflon, seperti lapisan fluorocarbon, yang bereaksi electrowetting.

“Konsepnya terlihat mudah, namun faktanya berbeda,” ujar Krupenkin. Untuk menaruh logam pada posisi tertentu, ilmuwan biasanya melakukan proses elektroplating. Tetapi proses ini tidak berlaku pada senyawa oksida, seperti silikon dioksida yang ada di nanograss. Satu cara dilakukan untuk membuat dasar silikon tidak bebas dari silikon dioksida, membiarkan seng bereaksi, ketika pilar silikon melapisi dengan oksidasi. Larutan (elektrolit) melapisi dasar silikon danpilar denganoksidasi tetapi membiarkan lapisannya lantainya sampai paling tipis. Oksidasi mengikis sampai paling dasar menggunakan gas terionisasi, sampai dasarnya tidak ada oksidasi lagi.

Elektroplating tidak dapat bekerja pada silikon. Jadi ilmuwan menggunakan teknik kimiawi basah, wet-chemistry, untuk menempatkan nikel atau titanium pada dasar seperti lapisan untuk seng agar melekat dengan cara electroplating.

Setelah prototipe baterai nano ini berhasil, para ilmuwan ini berpikir konsumen potensial yang akan memakainya. Diskusi ini memicu bentuk baterai yang radikal. Bentuk desain awal seperti sandwich, dengan katoda berada di atas, larutan elektrolit seng klorida berada di tengah, nanograss berada di bawahnya dan anoda berada di dasarnya. Seorang ahli dari US Army Research Laboratory mengkritisi susunan ini, seberapa konstan kontak antara elektrolit dan elektroda yang dapat menghasilkan reaksi kimia yang tidak diinginkan. Setelah didesain ulang, elektrolit berada di atas, anoda dan katoda digabung dalam satu tempat namun dipisahkan oleh nanosilikon barrier yang diletakkan di antaranya. Ketika diaktifkan barier ini membiarkan elektrolit masuk dan mencelupkan elektroda.

Tim menggunakan nanopilar untuk memisahkan elektrolit dari anoda, karena pilar-pilar ini mengisi bagian ruang sisa yang ada. Membiarkan area permukaan untuk reaksi kimia antara elektroda. Tetapi kesulitannya membuat baterai nanopilar adalah membuat membran rumah tawon nano, nanohoneycomb untuk mengisolasi elektrolit dari elektroda.
Membuat membran electrowetting yang berpori berukuran tebal 20 mikron, dan dindingnya yang rapuh seluas 600 nanometer adalah sebuah perjuangan. Pertama ilmuwan menggunakan plasma untuk membentuk struktur rumah tawon yang halus dari keping silikon yang dilapisi silikon dioksida. Kemudian mereka membangun silikon dioksida dalam pori-pori tanpa dinding silikon kemudian dipanaskan hingga 1000 derajat celsius dan ditutup dengan oksigen. Akhirnya keseluruhan rumah tawon ini dilapisi dengan fluorocarbon. Prototipe ini di disain pada oktober 2005.

Baterai masa datang

Menurut Krupenkin, para ilmuwan menciptakan baterai nano tujuan utamanya bukan untuk menggeser posisi baterai habis pakai buang yang sudah populer di masyarakat. Baterai ini diciptakan untuk alat-alat bertujuan khusus, seperti alat sensor yang digunakan militer. Alat ini nantinya mengaktifkan radio transmiternya hanya satu atau dua kali seumur hidupnya, untuk mengirimkan pesan adanya penyusup. Atau untuk sensor benda beracun atau sensor radiasi. Atau alat sensor ini dapar berdaya besar sehingga jangkauanya lebih luas tak perlu jumlah sensor yang terlalu banyak.

Untuk bidang medis, reserve baterai bisa digunakan untuk medikal implan. Penggunaan reserve (cadangan) baterai juga bisa digunakan untuk handphone, atau pemancar radio.

Tim ahli ini juga memikirkan baterai nano yang bisa diisi ulang. Gelombang listrik dapat mengisi baterai nano yang kosong, memuat permukaan pada elektrolit panas. Yang memyebabkan evaporasi lapisan kecil dari cairan. Memaksa butiran melompat kembali ke posisi semula di atas struktur nano. “pada prinsipnya hal ini dimungkinkan. Namun, praktiknya perlu waktu yang panjang,”ujar Krupenkin.

mPhase selanjutnya akan membuat sample dari baterai nano ini. Selanjutnya baterai nano mau tak mau akan menggeser baterai yang ada. Selamat datang baterai imut teknologi nano.


inbok

Disain baterai nano

Prototipe nanomembran baterai nano dibuat oleh mPhase dan Bell Labs. Nanomembran ini menjaga agar elektrolit tetap terpisah dari elektroda positif dan elektroda negatif (katoda dan anoda), yang membuat baterai menjadi bertahan lama.

Gambar atas:
Baterai yang sedang tidak aktif. Anoda yang terbuat dari potongan seng dan katoda yang terbuat dari potongan mangan dioksida berada di dasar baterai. Secara fisik terpisah satu sama lainnya. Di atasnya terdapat membran berpori yang berbentuk rumah tawon, terbuat dari silikon yang dilapisi lapisan silikon dioksida dan polimer fluorokarbon. Lapisan teratasnya adalah larutan elektrolit seng klorida.

Gambar bawah:
Baterai aktif. Larutan elektrolit menembus rumah tawon untuk membasahi anoda dan katoda. Saat itu juga anoda dan katoda tersambung oleh elektrolit, mereka bereaksi satu sama lain menghasilkan energi listrik.






















Powered by ScribeFire.

No comments: