Wednesday, May 2, 2007

Serabi

Serabi Inggris asal Solo

Beberapa orang yang pernah merasakan Serabi Solo Gandaria ini rasanya persis dengan Serabi Solo “aslinya” yang ada di Notusuman, Solo.

“Orang Solo jaman dulu menyebutnya serabi Inggris. Walaupun asalnya tidak dari Inggris,” ujar Wahjoe Widijatno pemilik warung Miroso yang menjual serabi khas Solo ini sejak tahun 1998. Lokasi warungnya di jalan Gandaria 1/77 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Asal usul Serabi Solo ini dibilang Serabi Inggris, Wahjoe mengaku tidak tahu juga. Tetapi kalau dikira-kira kemungkinan karena Serabi ini berbeda dengan serabi juruh (kuah gula yang diberi santan) yang sudah ada. Serabi Solo lebih praktis. Sudah manis dan gurih tinggal lhep… dikunyah dan telan. Nah, dari sini mungkin asal usul munculnya sebutan Serabi Inggris karena praktis. Memasaknya pun dengan tungku baja tidak dengan tungku tanah liat. Kompornya sudah pakai gas.

Mengenai pemakaian tungku baja dan kompor gas, ada juga komentar dari konsumen yang merasa kurang “asli” dan “tradisional”. Namun, Wahjoe menanggapinya dengan santai. “Intinya, kan pada cita rasa. Mengenai cara pengolahan saya mengambil segi positifnya saja soal praktis dan bersihnya. Tungku kayu, kan penuh asap dan kadang debunya malah mengotori,” ujarnya menjelaskan.

Serabi yang tampak mengkilat disertai semerbak harum wangi pandan dan masih ada kepul-kepul asapnya ini ketika baru saja diangkat dari tungkunya, begitu lembut saat gigitan pertama. Selanjutnya, ingin terus menggigit mengunyah dan menelannya sampai tandas. Paling tidak 2-3 serabi masuk ke kerongkongan barulah mau istirahat. Harganya yang Rp1500 per serabi terasa wajar dan pantas.

Serasi betul jika menikmati serabi ini disandingkan dengan teh manis hangat atau kopi panas. Bisa disantap di pagi atau petang hari. Tetapi jika ingin menyantapnya di siang hari juga boleh, kok. Serabi sudah mulai dijual sejak jam delapan pagi. Oya, jangan sampai kehabisan dan keburu tutup warungnya. Sekitar jam lima sore kadang sudah habis serabinya. Maksimal jam delapan malam warungnya pun sudah tutup.

Tepung berasnya beras Rojolele

Ada berbagai macam rasa dari serabi yang ada di warung Miroso ini.
Plain, coklat, nangka, keju, dan pandan. “Tetapi rasa asli dari sananya ya yang plain gurih manis ini. Rasa lain hanya variasi saja,” ujar Wahjoe.

Soal rasa tak lepas dari kandungan bahan yang diolah. Apa yang membuat Serabi Inggris asal Solo ini berbeda, karena bahannya pilihan. Kata Wahjoe kuncinya ada pada tepung berasnya. Bahan Serabi Inggris ini hampir semua orang tahu terbuat dari tepung beras, ragi, gula, dan santan kelapa. “Bedanya Serabi solo di sini karena tepung beras yang dipakai bukan tepung beras pabrikan yang banyak dipasaran. Tepung berasnya dari beras lokal Rojolele,” ujar Wahjoe. Dipilihnya beras lokal Rojolele ini untuk mendapatkan hasil Serabi yang lembut wangi dan pulen.

Serabi solo yang termasuk kue basah ini tak tahan lama karena membuatnya tanpa bahan pengawet. Serabi Solo masih terasa “segar” setelah 12 jam diangkat dari tungku. Meskipun penganan ini bisa tahan 24 jam jika disimpan di lemari es.

“Tadinya serabi khas Solo ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan kangen para perantau asal Solo yang ada di Jakarta. Tetapi ketika warung ini berjalan, tak hanya orang Solo, siapa saja mulai mencoba dan suka,” ucap Wahjoe bersyukur. Menurutnya, kesuksesan Serabi Solo ini sebenarnya tak lepas dari “berkah” jaman krismon 1998 dulu. Selepas ia tak lagi bekerja di sebuah perusahaan swasta, ia melihat peluang banyaknya perantau asal Solo di Jakarta. Ia pun mencoba mengisi rasa kangen perantau Solo ini.

“Orang kangen membawa rejeki juga,” ujar Wahjoe sambil tertawa penuh syukur.

inbok

Tidaklah sulit mencari Serabi Solo ini. Letaknya di jalan Gandaria 1 no. 77 dari jalan raya sudah terlihat dari spanduk Serabi Solo Gandaria yang terpampang. Tak hanya di Gandaria, Serabi Solo Gandaria ini ada cabangnya di:
1. Rumah makan Pawon Solo Jl. Kemang Raya 75B, Jakarta Selatan
2. Restoran Cething Jl. Gandaria 1 no. 57 A
3. Jl. Bina Marga no.1 dulu Terminal Damri dekat terminal Baranangsiang, Bogor






Powered by ScribeFire.

No comments: