Wednesday, May 2, 2007

Tengkleng

Tengkleng untuk pecinta pertulangan

Kesan pertama melihat jenis makanan khas Solo yang satu ini, harus cermat, teliti dan agak sedikit kerja keras untuk menyantapnya. Karena tengkleng terdiri dari bermacam tulang-belulang, dari kaki, potongan tulang iga, hingga kepala kambing.
===

Mengapa agak sedikit “kerja keras” untuk menyantap tengkleng ini, karena daging yang menempel pada bermacam tulang belulang kambing ini tidaklah banyak. Mungkin di sinilah seni dan kenikmatan dari menyantap tengkleng. Siap-siap tangan kotor belepotan kuah karena asik memegang tulang untuk digigiti dagingnya yang menempel.

Kuah tengkleng agak mirip gulai tetapi lebih encer. Dari sisi penampilan, kuah tengkleng yang berwarna merah-oranye mengkilat, terlihat “membara” plus beberapa buah cabe rawit utuhan berenang di dalamnya. Tetapi tidak pedas dan berat, ketika di lidah terasa gurih tetapi enteng.

“Pada awalnya, tengkleng tidak dijual di warung seperti sekarang. Tetapi hanya makanan iseng di pinggir pasar. Menyantapnya tidak pakai nasi hanya digadhon. Penjualnya mbok-mbok bakul yang membawa panci besar berisi tengkleng. Menyantapnya memakai pincuk (“piring” dari daun pisang),” jelas Wahjoe Widijatno pemilik warung Miroso di jalan Gandaria I no. 77, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Menurut Wahjoe, asal muasal tengkleng muncul dari ide kreatif seorang istri penjual sate di Solo. Tukang sate di Solo biasanya suami istri. Kambingnya memotong sendiri. Ketika suaminya berangkat jualan sate dan gulai, yang masih tersisa di rumah, ada kaki, kepala, iga, dan tulang-tulang kambing. Karena merasa sayang “sisa-sisa” ini dicoba diolah lagi oleh sang isteri penjual sate. Bumbunya beda dan khas. Perpaduan antara bumbu sop dan gulai. Memasak tengkleng sedikitnya butuh waktu selama 3 jam. Dan, memasaknya dengan api yang kecil.

“Bumbu tengkleng kalau dihitung-hitung ada 18 jenis rempah-rempah. Awalnya, tidak mudah untuk bisa mendapatkan racikan bumbu tengkleng yang pas, ” jelas Wahjoe. Untuk itu Wahjoe yang punya hobi makan enak ini mencari dimana tengkleng yang terenak di Solo dan mencoba untuk membuatnya sendiri.

Menurut penuturan Wahjoe, resep tengkleng yang ada di Miroso ini didapatkan dari perburuannya selama setahun. Kurang lebih 10 penjual tengkleng yang terenak di Solo dijajalnya. “Saya pilih tengkleng yang paling enak di Solo, kemudian saya ikuti penjualnya sampai di rumahnya,”ujarnya. Pertama kali saya borong, lantas saya minta diajari. Tetapi penjualnya mengelak, katanya tidak bisa mengajari. Kemudian Wahjoe mengambil langkah, “Ya, sudah kalau pas membuat tengklengnya saya dibolehkan ikut melihat,” begitu jelasnya. Saat melihat pembuatan tengkleng, tidak ada ukuran yang benar-benar pas. Ukuran bumbunya hanya diambil sejumput-sejumput. Sesampainya di rumah saya coba timbang. Kemudian saya membuat formula yang baku. Dengan adanya formula ukuran bumbu yang pas ini, siapapun bisa membuat tengkleng yang enak dan rasanya tetap sama. Maka, dengan berani Wahjoe mencoba membuka warung tengkleng sendiri di Jakarta.

Tak sia-sia Wahjoe “mengikuti” jejak penjual tengkleng. Di warung Miroso ini sajian tengkleng merupakan salah satu andalannya di samping masakan khas Solo lainnya. Tetapi jam buka warungnya tidak terlalu lama. Antara pukul 08.00 pagi sampai pukul 20.00. Walaupun buka warungnya jam delapan, khusus untuk pesanan tengkleng baru ada jam sebelas siang. Tengkleng memang enaknya disantap saat siang hari.

Warung yang tampak sederhana ini, dengan bangku bersandar ala kampung, dinding pembatas dari tiang bambu, ramai pengunjung saat makan siang juga pada hari libur Sabtu dan Minggu. Untuk parkir mobil agak sulit di sini, hanya muat sekitar 4-5 mobil bisa parkir di depan warung Miroso.

Mengenai harga tengklengnya Rp15.000 seporsi plus sepiring nasi. Jangan sampai kehabisan atau keburu tutup jika ingin menikmati tengkleng di warung Miroso ini, soalnya jam delapan malam warungnya sudah tutup. Oya, soal tengkleng, Miroso tidak ada cabangnya.


Tempat lain:
1. Restoran Cething Jl. Gandaria 1 no. 57 A
2. belum tahu lagi yang bener-bener enak






Powered by ScribeFire.

No comments: