Tuesday, June 17, 2008

<b>Brongkos Bu Padmo yang menawan </b>

Anda pernah menyantap brongkos di bawah jembatan? Sesekali mungkin bisa dicoba sensasi nikmatnya menyantap brongkos di bawah jembatan. Walaupun sesungguhnya tidak sungguh-sungguh makan di bawah jembatan, tetapi di bawah sisi jembatan Krasak.

Untuk mencapai lokasinya dari kota Jogjakarta kita menuju ke arah kota Muntilan. Nanti setelah lepas dari kota Jogja kurang lebih 15 km, kita akan melewati sebuah jembatan yang tidak ada sungainya. Tepatnya di Tempel, Sleman. Di sisi kanan bawah jembatan ini ada pasar tradisional. Nah, di pinggir jalan pasar Tempel ini ada warung brongkos yang cukup kondang terselip diantara kios-kios pasar lain. Namanya, Warung Ijo Bu Padmo.

Sesuai namanya, warung ini memang dicat hijau, dan sudah ada sejak tahun 1950. Dari dulu pun warung ini warnanya tak pernah ganti. Warungnya tidak terlalu luas, tampilannya juga sederhana saja. Seperti warung makan biasanya, meja selain untuk tempat makan juga untuk memajang makanan kecil dalam toples-toples dan minuman ringan. Tempat duduknya berupa bangku panjang atau lincak yaitu bangku yang terbuat dari bambu. Daya tampung warung ini hanya muat belasan orang saja. Tak heran beberapa pelanggan yang datang, minta brongkosnya dibungkus untuk dibawa pulang. Jam buka warung setiap harinya dari jam 7.30-19.00. Tak pernah libur.

Menu andalan warung ini sayur brongkos. Jenis makanan yang satu ini kalau disebut sayur sebenarnya agak kurang pas juga. Karena tidak ada kandungan sayuran di dalamnya. Isi brongkos terdiri dari kacang tholo atau kacang tungga, daging sapi, tahu, cabe, santan kelapa dan kluwek yang membuat warna kuahnya menjadi hitam. Meski sama-sama hitam warna kuahnya, brongkos berbeda dengan rawon. Kuah brongkos lebih gurih dan kental karena memakai santan kelapa.

Tetapi kalau "nenek-moyangnya" brongkos mungkin masih bisa digolongkan sayur, karena terdiri dari kacang tholo, tahu, buncis, dan kulit mlinjo. Tetapi tetap saja unsur sayurannya tidak banyak, kan? Nenek moyang brongkos juga tidak kaya unsur dagingnya. Dagingnya hanya berupa daging giling yang dibentuk bulatan seperti bakso kecil, atau daging tetelan. Daging hanya untuk pelengkap.

Kalau brongkos sekarang yang ada di warung ijo ini kaya akan daging, sedikit kacang tholo. Daging sapinya diiris kecil-kecil sebesar dadu. Kemudian kuahnya yang hitam kental menjadi semarak dengan hiasan cabe merah utuh dan irisan petai. Bumbu brongkos sederhana saja, terdiri dari cabe, bawang merah, bawang putih, salam, laos, gula, garam dan kluwek. Cabe tak hanya di bumbu beberapa cabenya ada yang secara utuh dicemplungkan dalam kuah santan.

Brongkos ini mau dibilang sayur atau bukan, ya terserah saja. Yang terpenting saat menyantap brongkos kondang ini, potongan daging sapinya terasa empuk bener, kuahnya yang kental terasa manis, pedas, gurih di lidah. Menikmati brongkos ini menjadi lebih harmonis dengan paduan suara kriuk kerupuk lempeng legendar, karak, atau krupuk kampung yang biasanya ditempatkan di kotak kaleng. Untuk yang suka pedas, mungkin kurang terasa nendang pedasnya kuah brongkos ini. <i>Ceplus</i> saja atau kunyah satu atau dua buah cabe rawit yang biasanya disertakan dalam kuah brongkos. Hm, kalau begini tak usah malu-malu untuk tambah nasi dan brongkosnya lagi.

Meskipun menu andalannya brongkos. Warung ini juga menyediakan menu lain seperti sayur sop, sayur krecek/kerupuk kulit, pecel, empal, babat, tahu tempe bacem, ayam goreng, telor ceplok, dan tere' ayam yaitu masakan yang kuahnya seperti opor. Bedanya dengan opor, tere' ini tidak memakai daun jeruk purut. Dan, memang pengunjung yang datang ke sini tak selalu memesan brongkos.

Bu Padmo saat ini sudah sepuh, kurang lebih umurnya sudah 80 tahunan. Sudah tidak kuat masak. Kini usaha warung ijo diteruskan anaknya Bu Eni dan empat asistennya. Meski berganti generasi cara memasak brongkos tidak berubah sejak awal warung ini buka. Masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Sejak jam 5 pagi sampai jam 5 sore api tungku tak pernah mati untuk memasak. Setidaknya dalam sehari saja warung ijo menghabiskan 30 kg daging sapi untuk brongkos. Jika akhir pekan kadang jumlah daging yang dimasak bisa dua kali lipatnya.

Meski warung ini sudah kondang, tempatnya masih saja sederhana dan bersahaja. Mungkin karena masih tetap melayani para pedagang pasar Tempel yang ingin sarapan atau makan siang di sini. Dari artis ibu kota hingga bupati pernah ke warung ini demi brongkos. Mau artis atau bukan, bupati atau rakyat biasa harga seporsi brongkosnya sama Rp.10.000.

Selain brongkosnya yang nikmat, segarnya minuman es tape di warung ini layak juga dicoba. Jika tidak suka es, wedang tape pun bisa jadi pilihan Anda.

1 comment:

infogue said...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
Artikel kuliner terhangat
Artikel anda di infogue

anda bisa promosikan artikel anda di http://www.infogue.com/ yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!