Tuesday, June 17, 2008


<b>Mengajak Si Upik berhemat</b>

Berhemat pasti tidak nikmat, tetapi jika diikuti oleh seluruh anggota keluarga, tak hanya orangtua, anak-anak termasuk anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah, bisa saja jadi nikmat. Gerakan hidup hemat bisa diajarkan kepada anak-anak sejak dini. Mungkin awalnya mereka akan protes, namun jika anak-anak diberi pengertian bisa juga, kok diajak berhemat.

===

Mengajak anak untuk hidup hemat sesungguhnya tak harus langsung mengacu pada berhemat dalam menggunakan uang. "Bisa dimulai dengan pengalaman sederhana dalam keseharian. Seperti bagaimana menggunakan listrik, air, juga kertas, secara bijaksana, yang akhirnya mengacu pada penghematan uang juga," ujar Rosmayanti Ichan, S.Psi, seorang kepala sekolah di pra-sekolah Cikal, Jakarta Selatan.

Menurut pengalamannya dalam mengenalkan konsep uang kepada anak didiknya, memang tidak mudah. Mengenalkan konsep uang pada anak usia pra-TK (3-4 tahun) misalnya, ada beberapa tahapan. Awalnya yaitu mengajak anak untuk mengerti dari mana uang itu ada. Anak perlu disadarkan bahwa untuk mendapatkan uang seseorang harus bekerja. Uang tidak tumbuh dari pohon, atau keluar dari ATM. Ada sesuatu yang harus dilakukan sebelumnya untuk mendapatkan uang. Sejak dini anak dikenalkan apa profesi orangtuanya, misalnya diajak kunjungan ke kantor. Anak bisa melihat langsung bagaimana cara ayahnya mendapatkan uang. Kemudian ayah menyimpannya di bank yang bisa diambil uangnya melalui ATM. Setelah ada uang di tangan, anak diajak bagaimana cara mengatur dan menggunakan uang itu secara bijaksana.

Salah satu pembelajaran bagaimana anak bisa menggunakan uang secara bijaksana, yakni ketika anak diajak untuk berbelanja sendiri. Pada kesempatan ini orangtua dapat menjelaskan pada anak, bahwa barang yang diambilnya harus dibeli atau dibayar dengan uang. Termasuk pemahaman tentang harga barang yang berbeda satu sama lainnya. Dari perbedaan harga barang ini, orangtua dapat memberi pengertian pada anak, agar uangnya cukup hanya membeli barang yang perlu-perlu saja.

<b>Belajar menabung</b>

Menabung merupakan salah satu bentuk cara belajar anak untuk merencanakan keuangan dan menghargai uang. Anak bisa diberi pilihan, misalnya jika setiap hari ia memiliki uang Rp. 10.000 jika ditabung hingga akhir pekan, hasilnya cukup lumayan untuk jalan-jalan sekeluarga di akhir pekan, daripada langsung digunakan untuk membeli mainan yang mudah rusak.

Memang, hampir setiap orangtua rasanya tidak tega menolak permintaan anak-anaknya. Apalagi ketika meminta, si Upik merengek tak henti-hentinya. Soal harga mungkin bukan halangan. Atau malah sebaliknya, kadang menjadi kendala karena harga mainannya memang mahal. Padahal masih ada pengeluaran atau kebutuhan lain yang harus dipenuhi dan perlu biaya tak sedikit. Sedangkan pemasukan tidak ada peningkatan. Belum lagi harga-harga kebutuhan pokok sudah mulai merangkak naik akibat harga BBM yang naik beberapa waktu lalu. Memang, ini saatnya untuk berhemat. Tetapi untuk menyenangkan anak, apa tega, ya dipangkas?

Masalahnya bukan soal tega atau tidak tega, anak butuh sikap orangtua yang tegas dan konsisten. Jika orangtua luluh karena <i>rengekan</i> dan menuruti keinginannya, anak akan merasa uang bukan halangan bagi orangtuanya. "Repotnya, kalau kakek atau nenek yang tinggal serumah justru mengabulkannya," ujar Rosmayanti. Untuk itu memang butuh kerja sama setiap anggota keluarga, agar anak tidak bingung. Juga menghindari anak "memanfaatkan" ketidaktegaan orangtua atau kakek neneknya.

Mengajari si Upik menabung sejak dini akan melatihnya untuk dapat menghargai jerih payahnya sendiri. Ketika ingin membeli mainan atau sesuatu ia diharuskan menabung dulu, nantinya, si anak bisa menghargai jerih payahnya sendiri dengan memelihara mainannya, tidak dengan mudah merusakkannya. Dari menabung ini pula, dapat mengajari anak untuk belajar memberi. Dalam bentuk derma atau sumbangan. Kegiatan sosial dapat diajarkan kepada anak sejak dini, lewat bagaimana orangtua mengatur uangnya untuk dibelanjakan, ditabung, dan disumbangkan untuk kegiatan sosial. Dengan belajar memberi ini, secara langsung akan mendidik anak tentang nilai-nilai moral. Juga mengajari anak untuk peka pada lingkungan sosialnya, bahwa ada orang yang kurang mampu yang butuh dibantu dengan memberi sumbangan atau derma.

<b>Mengubah pola hidup</b>

Bukan hanya anak-anak yang merasa tidak nikmat berhemat, orangtua pun merasakannya. Tidak nikmatnya berhemat, muncul karena hilangnya kenyamanan yang sudah biasa diterima. Tetapi, jangan berpikir apa yang sudah kita lakukan sekarang ini seharusnya memang sudah begitu dan merasa sudah sepantasnya. Seperti Si upik yang tadinya bisa membeli dua tiga buah mainan setiap bulannya, sekarang hanya bisa satu saja. Awalnya si upik tentu akan protes akibat gerakan penghematan ini.

Melakukan penghematan sesungguhnya mengganti pola hidup atau kebiasaan. Mengawalinya memang tidak mudah tetapi harus dilakukan. Rosmayanti menekankan pada pengalaman, alasan dan contoh untuk mengajak anak agar bisa berhemat. Contohnya memberi pengalaman dalam menggunakan air secara bijaksana kepada anak. Gunakan air seperlunya. Alasan mengapa kita perlu hemat air perlu dijelaskan pada anak, seperti kandungan air bersih di bumi saat ini mulai berkurang. Termasuk dijelaskan proses bagaimana air bersih didapatkan. Dengan mengambilnya dari dalam tanah dengan pompa air yang digerakkan tenaga listrik yang iurannya harus dibayar setiap bulannya. Kalau kita bisa hemat air, berarti juga hemat dalam penggunaan tenaga listrik untuk pompa air, sehingga biaya untuk iuran PLN bisa lebih hemat juga. Selanjutnya orangtua perlu memberi contoh dalam gerakan hemat air ini, misalnya ayah tidak perlu mencuci mobilnya setiap hari. Mencuci mobil kalau memang keadaannya kotor sekali. Tak hanya ayah, seluruh anggota keluarga juga harus turut serta dalam gerakan hemat air ini.

Anak lebih mudah meniru apa yang telah dilakukan orangtuanya. Dengan memberi contoh, atmosfer berhemat bisa dibentuk. Ketika orang tua berperilaku boros dan tidak bisa mengatur keuangannya, biasanya anak akan meniru perilaku orang tuanya juga. Akan sulit diterima anak jika ibunya sering berbelanja pakaian di mal, juga makan di restoran mahal. Sementara sang anak dilarang membeli sebuah boneka idamannya. Sebaliknya, anak akan terbawa hidup hemat karena orangtuanya biasa berhemat dan cermat dalam mengatur keuangan.

Mengganti pola hidup atau kebiasaan bukan berarti kita harus hidup sengsara karena terlalu irit bahkan pelit. Dibutuhkan kreatifitas untuk menyiasati pemenuhan segala kebutuhan. Meskipun memang tidak seenak dulu. Tetapi bukan berarti tidak bisa dinikmati lagi. Semisal Si Upik yang biasanya menggunakan kertas HVS putih 80 gram untuk menggambar. Kali ini diganti dengan kertas buram 70 gram yang harganya jauh lebih murah. Memang tidak seenak menggambar di kertas putih. Namun, esensinya Si Upik masih bisa terus menggambar, kan? Satu contoh lagi soal jajan. Pengeluaran untuk jajan anak, bisa dikurangi dengan membawa bekal makanan dan minuman dari rumah. Lagipula dengan membawa bekal dari rumah lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya. Biasakan juga si Upik untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah, karena ia membutuh energi yang cukup.

Kebiasaan Si Upik di rumah saat libur sekolah yang berjam-jam di depan pesawat televisi menonton film kartun bisa dikurangi dengan mengajaknya bermain bersama di halaman. Selain hemat listrik, hubungan emosional antara orangtua dan anak bisa semakin terbangun. Hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab. Apalagi sekarang ini waktu orangtua untuk bertemu dengan anaknya semakin sedikit karena kesibukan kantor atau pekerjaan.

Rupanya, mengajak si Upik berhemat masih bisa dinikmati juga, khan?

<b>inbok1</b>

<b>Berhemat dari yang paling sederhana</b>

  1. <b>Gunakan air dengan bijaksana</b>.

    Sikat gigi dengan segelas air. Mandi menggunakan shower lebih irit air ketimbang dengan gayung. Gunakan air seefektif mungkin, misalkan air sehabis cuci tangan bisa ditampung untuk menyirami tanaman.

  2. <b>Matikan listrik kalau sudah tidak digunakan</b>.

    Menonton acara televisi memang yang difavoritkan saja. Matikan tv, peralatan audio, komputer, dan AC kalau memang tidak digunakan.

  3. <b>Gunakan kertas seefektif mungkin</b>.

    Dimungkinkan untuk menggunakannya secara bolak-balik. Kalau sudah terpakai semua bisa dijual untuk kertas daur ulang.

  4. <b>Gunakan kertas yang lebih murah</b>.

    Misalnya kertas buram, meskipun kurang bagus tetapi masih dapat digunakan untuk menulis atau menggambar.

  5. <b>Membawa bekal makanan dan minuman dari rumah</b>.

    Selain lebih murah, lebih terjamin kesehatannya.

  6. <b>Berangkat sekolah bersama-sama</b>.

    Jika menggunakan mobil pribadi kalau bisa berangkatlah bersama-sama dengan teman yang satu jurusan.

  7. <b>Berangkat lebih pagi</b>.

    Selain lebih segar, supaya tidak terkena kemacetan yang akan memboroskan bahan bakar minyak.


<b>inbok2</b>

<b>Mengajak anak berhemat</b>

1. <b>Memberi contoh pada anak</b>.


Anak akan meniru perilaku orang tuanya. Anak akan sulit menerima jika ibunya senang belanja di mal, sementara si anak dilarang membeli boneka. Sebaliknya, anak akan terbiasa hidup hemat karena orang tua biasa berhemat dalam mengatur keuangannya.

2. <b>Biasakan sarapan sebelum ke sekolah</b>.

Anak akan lebih konsentrasi dalam belajar, tidak memikirkan jajan.

3. <b>Tidak semua jajanan sehat</b>.

Orang tua hendaknya memberi pengertian agar si anak menjaga kesehatan dan kebersihan makanannya. Sehingga sang anak tidak mengikuti keinginannya untuk jajan sembarangan.

4. <b>Mulai menabung</b>.

Mengajari si Upik menabung sejak dini akan melatihnya untuk dapat menghargai jerih payahnya sendiri.

5. <b>Belajar untuk memberi</b>.


Dengan memberi, mengajarkan anak tentang nilai kerja keras dan berempati kepada orang lain.

6. <b>Merawat barang milik sendiri</b>.

Jika anak membeli barang-barang keperluannya seperti mainan, pakaian dan sebagainya, berilah pengertian agar mau merawatnya dengan baik.

<b>inbok3</b>

<b>Mengajari Anak Menghargai Uang</b>

1.<b>Mengenalkan kegunaan uang</b>.

Bisa dengan cara melakukan <i>role play</i> atau bermain peran. Misalnya menjadi penjual atau pembeli. Dengan uang mainan melakukan transaksi jual beli.

2. <b>Mengajak anak berbelanja</b>.

Pada saat berbelanja ini, anak bisa mengenal harga barang. Juga belajar untuk membeli barang yang dibutuhkan saja.

3. <b>Uang ada karena bekerja</b>.

Anak perlu diberi pengertian bahwa untuk memperoleh uang, orang harus bekerja. Uang itu nantinya untuk membeli semua kebutuhan keluarga, termasuk mainan dan susu yang diminumnya setiap hari.

4. <b>Bersikaplah tegas</b>.

Anak butuh sikap yang tegas dan konsisten orangtua. Sekali Anda mengatakan 'tidak', Anda harus tetap konsisten dengan sikap Anda, meski anak menangis atau <i>merengek</i>.



Photo:http://www.tabunganku.info/images/celengan.jpg

No comments: