Thursday, March 1, 2007

Hemat lampu om!


Tetap Nikmat Meski Listrik Dihemat
Oleh: A. Bimo Wijoseno




Menghemat bahan bakar minyak kok dengan memadamkan listrik? Ternyata 87% pembangkit listrik mengandalkan minyak, gas, dan batubara. Padahal, ada panas bumi yang melimpah, bisa diperbarui, dan ramah lingkungan! Hemat memang perlu, namun diversifikasi jangan dilupakan.
=====
Padamnya listrik yang terjadi pada 18 Agustus 2005 silam membuat banyak kalangan kalang kabut. Di jalan lalu lintas macet gara-gara lampu lalu lintas mati. Di kantor yang tidak menyediakan genset para pekerjanya kegerahan. Bahkan sebuah pabrik di kawasan Sunter merelakan karyawannya pulang lebih awal dari jam kerja biasanya.
Adanya genset pun tidak menjamin "bisnis berjalan seperti biasa". Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta misalnya. Genset yang dimiliki tidak cukup mengaliri semua ruangan. Hanya beberapa ruangan tertentu yang bisa teraliri listrik, seperti ruang operasi, penyimpanan darah, dan unit gawat darurat. Bayangkan penderitaan yang dialami para pasien: sudah sakit, ruangan gelap, dan kepanasan karena tidak ada pendingin ruangan.
Kegerahan gara-gara ngadatnya listrik pun dirasakan oleh presiden kita. Saat menghadiri pergelaran seni budaya dalam rangka Hari Kemerdekaan RI mendadak listrik di Istora Senayan padam. RI-1 pun menikmati acara sambil kipas-kipas karena kepanasan. Padahal belum lama ia mengeluarkan Inpres No. 10/2005 tentang Penghematan Energi.
Menurut pihak PLN, padamnya listrik yang berlangsung antara 1,5 jam dan 12 jam itu akibat terganggunya sistem interkoneksi 500 kV Saguling-Cibinong-Cilegon. Selama ini interkoneksi Jawa-Bali memang masih menggunakan satu jalur, karena jalur selatan belum rampung akibat masalah nonteknis.
Apa pun alasan PLN, satu hal yang pasti bahwa kita sudah sangat tergantung pada listrik. Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa untuk menghasilkan listrik itu dibutuhkan BBM. Kebutuhan akan listrik yang meningkat membuat BBM yang digunakan bertambah pula. Padahal, pasokannya sudah menipis. Untuk itulah kita harus mulai menghemat listrik!

Cukup dua lampu
Gerakan menghemat energi melalui Inpres No. 10/2005 memang berhasil menghemat sampai 200 MW. Meski terlihat masih kecil, “Tetapi gerakan penghematan yang positif ini patut kita dukung. Karena ini semua juga demi anak cucu kita supaya juga kebagian energi,” ungkap Sunggu Anwar Aritonang, direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan, PLN.
Menurut Effendi Alam dari Riset dan Litbang PT PLN yang berkantor di Duren Tiga, Jakarta, penghematan yang dilakukan secara serentak dan pada jam yang sama sangat signifikan hasilnya.
Mari kita buat pengandaian. Misalkan saja, jika kita mematikan dua buah lampu 50 watt selama satu jam saja. Pertama kita hitung dulu specific fuel consumption (SFC), yaitu mengetahui konsumsi sebuah genset untuk menghasilkan daya 1 kwh. Kita ambil contoh genset berkekuatan 1.000 MW membutuhkan ¼ liter BBM per jam untuk mendapatkan listrik 1 kwh. Jika dalam satu jam ada 15 juta pelanggan secara serentak mematikan dua lampu @ 50 watt, berapa yang akan dihemat? Hitung-hitungannya menjadi 100 w x 15 juta x ¼ l/kwh = 375.000 liter/jam. Kalau mau dirupiahkan, tinggal kalikan saja dengan harga satu liter BBM-nya.
Dari data PLN tahun 2005, pemakaian solar untuk pembangkit listrik tenaga gas dan uap di Jawa-Bali sebesar 6,54 juta kiloliter. Sedangkan marine fuel oil yang digunakan untuk menggerakkan turbin PLTU sebesar dua juta kiloliter. Jika saja 15 juta pelanggan PLN tadi serentak mematikan dua buah lampu @ 50 watt, setahun BBM yang bisa dihemat sebesar 136.875 kiloliter. Lumayan juga 'kan penghematannya?
Namun, menghemat tidak berarti kita pelit listrik. Apalagi sampai mematikan semua lampu. Bisa-bisa malah menderita kerugian gara-gara rumah disatroni maling, misalnya. Prinsipnya, menghemat berarti, "Memakai listrik sesuai kebutuhan,” ujar Effendi. Misalnya saja, lampu kamar mandi atau ruang tidur dinyalakan saat sedang digunakan saja.
Yang jadi pertanyaan selanjutnya, bila masyarakat sudah berhemat, apakah krisis bisa diatasi? Ternyata hal itu belum menjamin 100%. Soalnya, ada asumsi, sebelum harga BBM untuk industri dinaikkan, banyak industri di Pulau Jawa yang memiliki pembangkit listrik sendiri. Namun, setelah harga BBM untuk industri dinaikkan, para pengusaha beralih ke listrik PLN yang lebih murah. Jadi, penghematan yang dilakukan konsumen rumah tangga "dialihkan" ke industri.

Potensi di panas bumi
Mengutip data PLN tahun 2004, kapasitas terpasang untuk sistem Jawa-Bali sebesar 19.615 MW. Sedangkan daya mampu nettonya 18.402 MW. Saat beban puncak, yakni ketika banyak pelanggan memakai listrik, butuh kucuran daya sebesar 14.398 MW. Jika dilihat cadangan listriknya, tampak minim sekali, tinggal 4.004 MW.
Padahal, kapasitas daya listrik terpasang itu perlu terus ditambah seiring dengan adanya peningkatan kebutuhan. Seperti pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan investasi, terutama di Jawa-Bali-Madura diperkirakan akan menimbulkan krisis listrik bila tidak dibangun pusat pembangkit listrik baru. Kalau pemakainya meningkat dan suplainya jalan di tempat, wajar saja kalau sewaktu-waktu bisa kekurangan daya dan langsung mak pet! Mati.
Problem besar yang dihadapi Indonesia, selama ini kita sangat tergantung pada minyak untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Mulai dari memasak, transportasi, industri hingga pembangkit listrik. Pembangkit listrik sekarang ini sebesar 21,4 gigawatt, 87% masih menggantungkan pada minyak, gas, dan batubara. Dari tenaga air hanya 10,5%, sedangkan 2,5% dari panas bumi. Membangun pembangkit listrik tenaga minyak, gas, dan batubara memang lebih mudah dan cepat balik modal dibandingkan dengan PLTA, misalnya, yang mesti membangun dam.
Padahal potensi di luar minyak dan gas sangat menjanjikan (Kompas, 16 Agustus 2005). Tenaga air bisa menghasilkan sekitar 75.000 MW (0,02% dari potensi dunia) dan cadangan batubara Indonesia cukup banyak, sekitar 50 miliar ton (3% dari potensi dunia). Bahkan untuk panas bumi kita memiliki cadangan yang sangat melimpah, sekitar 27.000 MW (40% dari potensi dunia). Belum lagi potensi biomasa.
Sayangnya, potensi tadi tidak termanfaatkan dengan baik. Tidak adanya komitmen dari semua pihak membuat energi terbarukan (tenaga air, panas bumi, dan biomasa) baru terpakai 3,4% dari potensi cadangan yang ada (Kompas, 16 Agustus 2005). Nah, bisa dibayangkan jika energi terbarukan tadi diberdayakan, minimal sampai separuhnya, berapa banyak BBM yang bisa dihemat.
Jadi, perlu kerja sama semua pihak untuk menanggulangi krisis energi kita ini. Selain menghemat, perlu adanya diversifikasi ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dengan begitu pasokan listrik tak hanya tergantung pada BBM seperti sekarang. Pak Presiden pun tak perlu berkipas-kipas lagi ....

Boks 1
TEPAT, HEMAT DIDAPAT

Kadang kita bingung, kok rekening listrik masih saja tinggi? Padahal sudah menggunakan peralatan dan lampu yang berlabel hemat energi. Bisa jadi yang salah bukan pada alatnya, melainkan akibat cara pemakaiannya yang tidak tepat.
Berikut ini contoh menghitung biaya pemakaian listrik rumah tangga yang memiliki daya listrik 900 VA.
1 setrika 350 watt dipakai 2 jam/hari = 0,70 kWh/hari
1 pompa air 150 watt dipakai 3 jam/hari = 0,45 kWh/hari
1 kulkas sedang 100 watt, 24 jam/hari = 2,40 kWh/hari
1 TV 20" 110 watt, 6 jam/hari = 0,66 kWh/hari
1 rice cooker 300 watt, 2 jam/hari= 0,60 kWh/hari
6 lampu hemat energi 20 watt, 6 jam/hari= 0,72 kWh/hari
4 lampu hemat energi 10 watt, 6 jam/hari= 0,24 kWh/hari
Total jumlah kebutuhan listrik per hari 5,77 kWh. Jika harga listrik per 1 kWh saat ini Rp 588,-, maka jumlah kebutuhan listrik per bulan: 5,77 kWh x 30 x Rp 588,- = Rp 101.782,8.

Boks 2
KIAT BERHEMAT

Langkah-langkah penghematan memang perlu dilakukan. Namun, bukan berarti alat-alat listrik semua dimasukkan ke dalam gudang. Pakailah dengan bijak!
1. Lemari es: pilih kapasitas lemari es sesuai kebutuhan. Pintu harus selalu tertutup rapat. Tidak memasukkan makanan panas. Letak lemari es juga sebaiknya berjarak 15 cm dari dinding. Hal ini dilakukan supaya proses pelepasan panas berjalan baik. Matikan bila tidak digunakan dalam waktu lama.
2. Setrika listrik: atur tingkat panas sesuai bahan yang akan disetrika. Bersihkan kerak pada setrika yang dapat menghambat panas. Matikan kalau tidak dipakai.
3. TV, radio, dan tape: tanpa alat ini rasanya dunia jadi sepi. Hanya saja, matikan kalau tidak didengar atau ditonton.
4. Kipas angin: kalau bisa membuka jendela dan cukup sirkulasi udara, mungkin tak perlu lagi kipas angin. Gunakanlah timer atau pengatur waktu sesuai kebutuhan.
5. AC: pilih yang hemat energi dan sesuai kapasitas ruangan. Matikan kalau tidak digunakan. Jangan menyetel temperaturnya terlalu dingin. Makin dingin, makin tinggi daya listrik yang diserap. Bersihkan filternya supaya AC bekerja maksimal.

No comments: