Thursday, March 8, 2007

Sepatu...


Sepatu Pilihan Buat Leonita


Penulis: A. Bimo Wijoseno dan Nanny Selamiharja

Buat sebagian orangtua, memilih sepatu untuk anak mungkin hal sepele. Asal doku cukup, mau model Cinderella atau Hello Kitty, tinggal bungkus. Namun, sesederhana itukah masalahnya? Bisa ya, jika orangtua lebih terpaku pada model dan selera. Jawabannya tidak, kalau kesehatan dan perkembangan kaki anak ikut dipertimbangkan.
===o===
Sore itu, acara jalan-jalan di mal menjadi “neraka kecil” buat Rima, seorang ibu muda. Leonita, putri semata wayangnya terus merajuk minta dibelikan sepatu. “Ma, sepatuku yang lama 'kan udah sempit. Lihat nih. Katanya mau dibeliin yang baru. Ayo dong, Ma!” rayu si Upik. “Yang ada gambar Hello Kitty-nya ya, Ma!” imbuhnya cerewet. “Iya, iya. Sabar dong,” sahut Rima akhirnya.
Setelah masuk ke toko sepatu, Rima makin pusing tujuh keliling. Begitu banyak sepatu yang dipajang, sampai-sampai dia sulit menentukan mana yang harus dibeli. “Habis, semuanya bagus, cantik, dan lucu. Rasanya, saya ingin membeli sekaligus sepuluh pasang,” gumam Rima. Ia lupa, atau mungkin belum tahu, membeli sepatu untuk anak sebaiknya tidak tunduk pada hawa nafsu semata.

Mendukung tungkai
Perihal alas kaki ini, dr. Meidy H. Triangto, Sp.RM. dari Kids Foot Rehabilitation Center, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, menyarankan, saat anak mulai dapat berjalan, sebaiknya mulai dibiasakan mengenakan sepatu. Selain berguna untuk membentuk kaki yang ideal dan normal, juga agar anak dapat langsung “belajar” mengatur jatuhnya titik berat tubuh pada posisi yang benar.
“Manfaat sepatu juga untuk menjaga pertumbuhan serta rotasi tulang tungkai. Makanya, baik sekali jika anak mulai mengenakan sepatu sejak usia 1,5 tahun hingga tujuh tahun,” jelasnya.
Sebagai catatan, ukuran sepatu anak akan mengalami perubahan beberapa kali, bahkan bisa sampai 34 kali, sampai anak menjelang umur 10 tahun. Setelah itu, perlu menunggu sampai usia 18 tahun, agar berkembang sepenuhnya menjadi “kaki dewasa”. Mulai umur 18 tahun itulah, ukuran sepatu anak mulai sedikit sekali mengalami perubahan. Silakan hitung sendiri, berapa biaya membeli sepatu untuk mereka, sampai mereka betul-betul dapat membeli sepatu sendiri.
Lalu apa yang mesti dipertimbangkan ketika membeli sepatu untuk anak kita?
Menurut dr. Meidy, faktor kesehatan dan perkembangan kaki anak mestinya menjadi bahan pertimbangan utama. Selain fungsi utamanya untuk melindungi kaki dari kotoran dan benda tajam, sepatu juga bertugas mengamankan kaki dari tekanan pada bagian sensitif di telapak kaki. Sepatu juga punya kewajiban menyangga tubuh. Disebut berkualitas kalau sepatu dapat menunjang berat tubuh, sehingga titik berat bertumpu pada tempat yang benar, agar tercipta gaya jalan yang benar pula.
Bahkan, sepatu dapat memperbaiki kelainan tertentu pada anak bila dirancang khusus. Misalnya, untuk telapak kaki terlalu datar atau terlalu melengkung. Telapak kaki terlalu datar bisa membentuk kaki anak menjadi mirip huruf “X”. Sedangkan yang terlalu melengkung menyebabkan titik berat tubuh tidak jatuh pada tempat yang benar.
Dalam keadaan kaki anak normal, usahakan memilih sepatu yang tidak menghalangi pergelangan kaki, agar bagian kaki ini bebas bergerak dan lutut tidak menanggung beban dalam pergerakan kaki. Perlu diperhatikan pula bentuk dan keseimbangan sepatu. Apakah ketika dipakai, sepatu berpotensi membuat anak terjungkal ke depan.
“Bentuk sepatu yang sehat sebaiknya tertutup dan dapat membentuk kaki yang ideal normal,” jelas dr. Meidy. Sementara ciri sepatu yang seimbang, solnya tidak terlalu tebal dan tidak membatasi gerak normal kaki untuk berjalan. Contoh sol yang tidak seimbang, salah satunya sandal bakiak (teklek).
Setelah itu, lihat pula tekanan sepatu ketika dikenakan. Apakah tekanan sepatu mempengaruhi gerak, akselerasi, dan keseimbangan tubuh, serta punggung kaki anak. Sepatu yang baik, apabila tekanan sepatunya pas, tidak terlalu ketat dan juga tidak terlalu longgar, seperti “memeluk” erat kaki anak tetapi tidak terasa sesak. Nyaman di kaki.
Berikutnya, lihat bagian dalam sepatu. Pilihlah yang bagian dalamnya terbuat dari bahan yang cukup lembut. Ini penting, agar kaki anak tidak mengalami iritasi ketika memakainya.
Lihat pula, apakah sol bagian dalam memiliki bantalan medial arkus (bagian tengah pada sisi sebelah dalam yang sedikit menonjol). Secara fisiologis bagian dalam telapak kaki umumnya agak melengkung. Posisi lengkungan itu kira-kira ada di tengah. Bagian inilah yang perlu ditopang bantalan medial arkus. Kalau tidak dilengkapi medial arkus, sepatu akan membuat si pemakai cepat lelah. Soalnya, telapak kaki menahan titik beban tubuh secara tidak seimbang.
Tak hanya bagian dalam, bagian luarnya juga perlu diperhatikan. Periksalah di bagian atas sol, terutama bagian belakang sepatu yang bertugas “memegang” tumit. Bagian ini sebaiknya jangan terbuat dari kain, tetapi dari kulit atau kulit imitasi yang cukup keras. Ketinggiannya pun cukup untuk menutup tumit si anak. Maksudnya, supaya kakinya selalu "terkunci" dalam sepatu.
Bagaimana dengan sol bagian luar? Meidy menyarankan, sebaiknya pilih sepatu yang permukaan solnya kasar, agar tidak licin saat berjalan, apalagi lari. Lihat juga bagian sepatu tempat kaki berjinjit. Bagian ini sebaiknya cukup lentur, sehingga dapat membantu ayunan ketika kaki bergerak meninggalkan lantai.

Tanggalkan sepatu warisan
Jika hal-hal di atas sudah terpenuhi, tinggal mencari ukuran sepatu yang pas. Sekali lagi, ukuran sebaiknya pas, tidak boleh terlalu longgar atau terlalu kecil. Selama ini, banyak orangtua sengaja memilih sepatu yang agak longgar untuk anaknya. “Supaya tahan lama, karena kaki anak saya makin lama ‘kan makin besar,” koor sejumlah orangtua senada.
Padahal, menurut dr. Meidy, ukuran sepatu yang pas berguna untuk mengindari cedera. Sebaliknya, sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan radang, lecet, dan meningkatnya jumlah keringat di telapak kaki. Sedangkan sepatu yang kelonggaran juga tak kalah merugikan, karena akan membuat kaki anak mudah tergelincir.
Agar tidak kelonggaran atau kesempitan, ajaklah anak ketika hendak membeli sepatu, sehingga dia dapat langsung mencobanya. Bila anak sudah cukup besar, saat mengepas sepatu, mintalah ia untuk sejenak berjalan, melompat, atau sedikit berlari dengan memakai sepatu yang akan dibeli. Jangan lupa bertanya, apakah sepatunya enak dipakai, tidak menimbulkan rasa sakit di kaki dan seterusnya.
Kalau syarat kesehatan telah terpenuhi, barulah berpaling ke model. Dengan model yang bagus, cantik, serta indah, anak bakal tampil lebih percaya diri. Untuk perkara terakhir ini, pilihannya dijamin bejibun. Fakta di lapangan menunjukkan, makin hari sepatu anak yang dijajakan kian enak dipandang. Seperti dibilang Rima, bentuk dan model sepatu untuk anak-anak kini makin lucu dan menggemaskan.
Terakhir, kapan sebaiknya berganti sepatu? “Pergantian sepatu pada anak sangat individual sifatnya. Tergantung pada pertumbuhan kaki, kondisi serta desain sepatu, apakah masih layak dan memenuhi syarat pakai atau tidak,” jelas Meidy. Dengan kata lain, tak ada batasan waktu pemakaian yang pasti.
Soal mengganti sepatu ini, ada kebiasaan buruk yang mestinya dihindari. Banyak di antara kita enggan membuang sepatu yang sudah tidak dipakai karena kondisinya masih baik. Biasanya sepatu lalu diwariskan kepada adik, saudara, atau orang lain yang membutuhkan. Memang, kalau sepatu bisa diwariskan, cara ini dapat menghemat anggaran keluarga yang mendapat "warisan". Namun, menurut dr. Meidy, cara ini kurang bisa dibenarkan.
Soalnya, posisi serta bentuk kaki setiap orang berbeda-beda, bahkan saudara serahim sekalipun. Setelah sepatu dikenakan, dalam jangka waktu tertentu, bentuk sepatu lazimnya akan mengikuti posisi dan bentuk kaki si pemakai. Jadi, jelas tidak akan nyaman bila kemudian dipakai orang lain. Lagi pula, pertumbuhan kaki yang diwarisi sepatu belum tentu sama dengan pertumbuhan kaki pemilik lama.
Jadi, demi kesehatan, sepatu usang sebaiknya diganti dengan sepatu baru. Kalau pun mau melungsurkan sepatu pada saudara, sebaiknya yang baru pula. Yang tetap perlu diingat, dalam membeli sepatu buat si Upik atau si Buyung memang perlu banyak pertimbangan, tidak tunduk pada hawa nafsu semata seperti dialami Rima.

Boks 1:
Ciri Sepatu Yang Baik

Posisinya memang “paling rendah”, terinjak-injak pula. Namun, ia bukanlah “barang rendahan”, karena manfaatnya banyak. Manfaat sepatu antara lain ditentukan oleh desainnya. Berikut beberapa ciri-ciri sepatu yang baik:
1. Terpasang pada kaki dengan baik.
2. Enak untuk berjalan, tidak menimbulkan rasa sakit di kaki ketika dikenakan, pas ukurannya, kuat menahan beban tubuh.
3. Tepat dan sesuai luas dan panjangnya dengan telapak kaki, fleksibel saat dipakai, serta bagian terluas dari sepatu sesuai dengan bagian kaki yang terluas.
4. Panjang sepatu lebih panjang sekitar 1,3 cm (sekitar selebar ibu jari tangan) dari ujung kaki. Toe box (bagian sepatu di atas sol yang menutupi jari-jari) dapat menahan kaki dengan baik saat berjinjit.
5. Tidak ada ruang longgar saat dipakai.
6. Waist (pinggang sepatu) cukup ketat untuk menghindari gesekan ke depan atau belakang.
7. Tebal heel (tumit) sebaiknya kurang dari 4 cm (pas untuk genggaman kaki).
8. Seimbang. Sol tidak terlalu tebal agar tidak membatasi gerak normal kaki untuk berjalan. Bakiak, misalnya, ketidakseimbangan saat memakainya dapat mempengaruhi stabilitas lateral (kaki bagian samping).
9. Sepatu yang baik dapat mentransfer berat badan ke lantai secara efektif dan merupakan pondasi yang baik. Juga harus pas dan nyaman mulai dari bagian depan hingga belakang.


No comments: